DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
LatarBelakang……………………………………....... 1
Metode
Penafsiran……………………………......... 2
Tema Besar
Kitab Imamat…………...................... 3
BAB II Makna Korban Dalam Perjanjian Lama dan
Penggenapan Dalam Perjanjian Baru
Pengertian
Korban Dalam PL………………...... 6
Bentuk-Bentuk
Korban Dalam PL…………….. 7
Mengapa
Allah Menuntut Korban Dalam PL..8
Makna
Korban Dalam Perjanjian Baru .... 9
Bentuk-Bentuk Persembahan Korban Dalam PB
Dan Penggenapan dari Makna Korban PL .... 10
BAB III KESIMPULAN
DAN APLIKASI ............... 12
PENDAHULUAN
Kitab
Imamat adalah kelanjutan dari kitab Keluaran yang merupakan bagian ketiga dari
5 kitab Musa (Pentateukh: Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan). Pasal
penutup di kitab Keluaran berakhir dengan konstruksi tabut perjanjian (pasal 25-40).
Permulaan Imamat ialah awal yang bersambung dengan apa yg menjadi akhir dari
kitab Keluaran, yaitu penjelasan korban-korban yang dilakukan di tempat maha
suci (pasal 1-7). Dengan demikian, penulis akan membahas dalam paper ini
tentang “Makna Korban Perjanjian Lama dalam Kitab Imamat Dan Penggenapan Makna Korban
Dalam Perjanjian Baru”.
Latar Belakang
Imamat
terutama terdiri dari hukum-hukum dan peraturan-peraturan, tetapi terdapat
kerangka cerita dan ilustrasi yang menunjukkan bahwa semua peraturan ini cocok
dengan sejarah yang sebenarnya. Secara umum kitab itu terbagi atas dua bagian,
pasal-pasal mengenai Hari Penebusan Dosa terdapat di bagian tengah. Bagian
pertama adalah mengenai pemulihan hubungan dengan Allah yaitu peraturan
mengenai korban dan penyucian. Bagian akhir adalah tentang hidup sebagai umat
Allah.[1]
Sebagian besar hukum dalam Imamat adalah mengenai upacara keagamaan, tetapi
terdapat juga hukum mengenai kebersihan dan sikap moral yang serupa dengan
Sepuluh Perintah. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara hukum-hukum yang
berbeda-beda itu; semuanya mencerminkan maksud Allah terhadap bangsa Israel dan
semuanya harus dipatuhi. Dalam Perjanjian Baru pengorbanan Kristus membawa
penyucian yang menyeluruh, oleh karena itu hukum-hukum mengenai korban dan
upacara penyucian tidak lagi berlaku. Jika demikian, semua hukum itu sangat
berguna untuk menjelaskan apa arti kematian Kristus bagi kita.
Metode Penafsiran
Dalam
metode penafsiran ini, penulis mengambil metode penafsiran yaitu Teologi
Perjanjian Lama yang kanonik multipleks. Metode ini merupakan sebuah gagasan
dari Gerhard F. Hasel.[2]
Dalam metode ini ada beberapa hal yang dipaparkan beberapa gagasan dan usulan
dalam metode penafsiran ini, yaitu:
Pertama, Isi teologi Perjanjian Lama
merupakan Perjanjian Lama yang kanonik.
Kedua, Teologi Perjanjian Lama tidak
berpusat pada satu konsep tetapi bermacam-macam tema, motif dan konsepsinya.
Ketiga, Tujuan akhir dari pendekatan
kanonik terhadap Perjanjian Lama ialah menerobos aneka teologi tentang
kitab-kitab secara tersendiri atau kelompok tulisan serta bermacam-macam tema
longitudinal sampai pada kesatuan dinamis yang mengikat semua teologi dan tema
itu menjadi satu.
Keempat, Teologi Perjanjian Lama
bukan teologi Israel kuno tetapi merupakan bagian dari keseluruhan yang lebih
luas yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Menurut
John Rogerson,[3] yang
menyatakan bahwa Keseluruhan pandangan yang harus terbuka haruslah mempunyai
hak untuk megucapkan kata terakhir dalam penafsiran. Maksudnya ialah dalam
ambisi kita adalah mencari makna, intisari, pesan, fungsi, dan maksud yang
terkandung dalam ayat tersebut dan penggenapan apa yang ada dalam perjanjian
Lama. Dengan demikian, dalam metode ini
membahas tentang pengertian dalam perjanjian dalam tema tersebut kemudian makna
korban dalam ayat tersebut untuk masa kini dan pengggenapannya dalam Perjanjian
Baru.
Tema Besar dalam Kitab Imamat
Dalam hal
ini penulis mencoba memaparkan tema besar dalam kitab imamat itu sendiri dalam
Tafsiran Masa Kini Jilid I menjelaskan beberapa tema pokok dalam kitab Imamat
tersebut, yaitu:[4]
Pertama, Kesucian Allah
Sebagian besar kitab Imamat berisi
hukum dan adat di dalam pujian bangsa Israel terhadap Tuhannya. Juga di
dalamnya berisi deskripsi korban dan hukum mengenai makanan dan kesucian
seksual. Pusat dari semuanya hal yang dijelaskan ini ialah keberadaan Allah
sebagai Allah orang Israel dan kesucian Allah. Hal ini dijelaskan berulang kali
di dalam kitab ini (Imamat 18:2, 4, 5; 19:3-4, 10; 20:7) “Akulah TUHAN,
Allahmu” dan juga Tuhan ialah Allah yang suci (Imamat 11:45, juga lihat 19:2,
20:26) “… jadilah kudus, sebab Aku ini kudus.”
Kedua, Jenis korban
Kita mengenal beberapa jenis korban
di Imamat 1-7. Yang sangat menarik dari jenis korban ini ialah Alkitab tidak
menjelaskan apa yang menjadi kepentingan dari korban ini, tetapi Alkitab
menjelaskan secara rinci ada apakah yang harus dilakukan dalam korban. Korban
tersebut ialah: koran bakaran (Im 1), korban sajian (Im 2, 6:14-23), korban
keselamatan (Im 3, 7:11-38), korban penghapus dosa (Im 4:1-5.13, 6:24-30),
korban penebus salah (Im 5:14-6.7,7:1-10).
Ketiga, Perjanjian
Perjanjian Lama kaya dengan
perjanjian yang dilakukan antara Allah dengan umatnya. Walaupun konsep
perjanjian tidak dibahas di dalam kitab Imamat, tetapi hadirnya jenis korban
ialah untuk melihat kembali hubungan antara pemberi janji dengan penerima
janji. Korban ini ialah persembahan dari penerima janji kepada pemberi janji.
Korban ini juga merupakan wujud nyata kasih setia penerima janji kepada pemberi
janji.
Keempat, Keimaman
Sesuai dengan namanya, kitab ini
berhubungan erat dengan keimaman dan jabatan imam. Isi dari kitab ini ialah
instruksi yang diberikan kepada imam dan bangsa Israel dalam kehidupan ibadah
mereka. Sebagai imam, yang juga berada di sekitar tempat kudus Allah:
1.mereka harus kudus dan menjadi
contoh dari bangsa Israel.
2.mereka harus kudus karena
merekalah yang membawa korban kudus untuk penghapus dosa Israel.
3. mereka harus kudus karena mereka
melindungi kekudusan Allah di dalam perkemahan.
4. Kesucian
Seperti Tuhan yang adalah suci, dan
imam yang melindungi kesucian Allah, bangsa Israel dituntut untuk juga suci
dengan menjalankan berbagai macam upacara adat. Mereka harus suci misalnya
dengan makanan yang dimakan (pasal 11), untuk wanita yang melahirkan (pasal 12),
penyakit kulit dan kusta (pasal 13-14) dan lelehan tubuh baik itu untuk pria
maupun wanita (pasal 15). Tuhan bukan saja menghendaki bangsanya sehat, tetapi
juga menghendaki agar mereka menyucikan diri dari kebiasaan bangsa lain yang di
luar Tuhan.
Menurut
Samin Sitohang mengenai tema umum kitab Imamat ialah memiliki tema pokok kitab
Imamat ialah kekudusan.[5]
Dalam anugerah-Nya Allah yang kudus telah menjadikan Israel sebagai umat-Nya,
karena itulah, mereka juga harus kudus, “Kuduslah kamu, sebab Aku, Tuhan,
Allahmu, kudus” (19:2; 1Pet.1:16). Kitab ini memberikan berbagai peraturan
ibadah yaitu korban yang memungkinkan umat Israel layak datang ke hadirat Allah
dan berbagai peraturan moral untuk menjadi pedoman bagi mereka supaya hidup
selayaknya sebagai umat Allah, yang berbeda dari semua bangsa kafir lainnya.
BAB II
MAKNA KORBAN DALAM PERJANJIAN LAMA
MAKNA KORBAN DALAM PERJANJIAN LAMA
Pengertian Korban Dalam Perjanjian Lama
Dalam
Ensiklopedia Alkitab masa kini, korban di artikan sebagai yang dibawa mendekat.
Dari pengertian tersebut bisa dikatakan bahwa sesuatu yang diberikan mendekat
kepada seseorang yang berhak menerimanya. Dalam kitan Imamat banyak dikatakan
mengenai arti korban tersebut. Karena mereka penuh dosa dan selalu berbuat
dosa, maka mereka memerlukan pendamaian dan penyucian bagi dosa dan segala
kecemaran mereka. Karena itulah, peraturan mengenai korban ditempatkan di awal
(imamat pasal 1-7), yaitu peraturan bagi umat dalam melakukan persembahan
korban bakaran, korban sajian, korban keselamatan, korban penghapus dosa, dan
korban penebus salah (1:1-6-6:7); dan peraturan bagaimana para imam harus
melaksanakannya (6:8-7:38).
Allah melalui Musa kemudian meneguhkan lebih
spesifik lagi berbagai jenis persembahan yang harus diberikan umat Israel
sebagaimana diuraikan dalam kitab Imamat pasal 1 - 7.
Bentuk-Bentuk Korban Dalam PL
Dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, korban
dalam Perjanjian Lama dapat dikelompokkan, yakni:[6]
a. ’Ola,korban bakaran (Im.1: 1-17), sebagai
lambang penderitaan sebagai hukuman karena dosa yang ditanggungkan atasnya,
dengan makna membersihkan kehidupan orang yang memberi korban dalam ketaatan
sebagai bau-bauan yang harum bagi Allah.
b. Minkha,
yakni korban sajian (Im.2:1-16; 5:11-12), sebagai rasa syukur yang diberikan
demi kemauan baik sebagai pengganti keseluruhan dirinya.
c. Khatta't,
yakni korban penghapus dosa dan juga disebut sebagai ‘Asyam (korban penebus salah),
yakni bilamana seseorang bersalah karena dianggap najis dari segi upacara agama
atau berbuat dosa secara tidak sengaja (Im. 4: 2, 13, 22, 27).
d. Zevakh
dan Selamin,
yakni korban perdamaian atau korban keselamatan berupa pernyataan syukur atau
sukarela kepada Allah (Im. 7: 12; 22: 29; Bil.6: 14; 15: 3, 8).
Perjanjian Lama juga mengenal berbagai jenis
persembahan lainnya, seperti persembahan sulung atau buah sulung (Kej. 4:4; Im.
2: 12; Neh.10: 35), persembahan unjukan (Im. 6: 20; Bil. 5: 15), dan
persembahan persepuluhan berupa persembahan khusus yakni sepersepuluh dari
penghasilan umat Israel. Persembahan atau korban yang disebutkan di atas,
dinyatakan dengan pemberian hewan ternak (dari mulai lembu jantan hingga burung
tekukur atau anak burung merpati yang tidak bercela), tepung, minyak, kemenyan,
dan garam. Inilah ritual pemberian persembahan dalam Perjanjian Lama.
Mengapa Allah Menuntut Persembahan Binatang Dalam PL
Allah
menuntut persembahan binatang supaya umat manusia dapat memperoleh pengampunan
bagi dosa-dosa mereka (Imamat 4:35; 5:10). Persembahan binatang adalah tema
penting dalam Kitab Imamat. Ketika Adam dan Hawa berdosa, Allah mengorbankan
binatang untuk menyediakan pakaian bagi mereka (Kejadian 3:21). Kain dan Habel
membawa persembahan kepada Allah. Persembahan Kain tidak diterima karena dia
mempersembahkan buah-buahan sedangkan persembahan Habel diterima karena dia
mempersembahkan "anak sulung dari kambing dombanya" (Kejadian 4:4-5).[7]
Setelah banjir surut, Nuh mempersembahkan binatang kepada Allah. Persembahan
Nuh ini merupakan bau harum yang menyenangkan Tuhan (Kejadian 8:20-21). Allah
memerintahkan Abraham untuk mempersembahkan Ishak anaknya. Abraham taat kepada
Allah, namun ketika Abraham siap mempersembahkan Ishak, Allah campur tangan dan
menyediakan seekor domba jantan untuk mati menggantikan Ishak (Kejadian 22:10-13).
Menurut Imamat 1:1-4 ada prosedur
tertentu yang harus diikuti. Pertama-tama, binatang tsb. harus tak bercacat.
Kemudian orang yang mempersembahkan harus mengidentifikasikan dirinya dengan
binatang itu.
Kemudian
orang yang mempersembahkan harus membunuh binatang itu. Ketika dilakukan dengan
iman, persembahan ini menyediakan pengampunan untuk dosa-dosa. Korban
persembahan lainnya disebut Hari Pendamaian digambarkan dalam Imamat 16
melukiskan pengampunan dan penghapusan dosa. Imam Besar mengambil dua domba
jantan untuk korban penghapus dosa. Salah satu dari domba tersebut untuk
dikorbankan sebagai korban penghapus dosa bagi seluruh umat Israel (Imamat
16:15) sementara domba satunya dilepaskan di padang gurun (Imamat 16:20-22).
Korban penghapus dosa menyediakan pengampunan sementara domba yang lain itu
menyediakan penghapusan dosa. Dengan demikian mengapa Allah menginginkan korban
dalam Perjanjian Lama karena pada waktu itu bangsa Israel melakukan dosa, sebab
jika ada dosa maka Allah akan murka terhadap bangsa tersebut.
Makna Korban Dalam Perjanjian Baru
Berbeda dengan yang dijelaskan di atas,
Perjanjian Baru menegaskan pemberian persembahan berupa ternak atau barang
lainnya bukan lagi sebagai jalan penebusan dosa atau kesalahan umat percaya.
Kitab Ibrani menuliskan dengan jelas, "tidak mungkin darah lembu jantan
atau darah domba betina dapat menghapus dosa" (Ibr. 10: 4). Penebusan dosa
orang percaya dalam Perjanjian Baru hanya dapat dilakukan melalui iman dengan
mengaku Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya; maka melalui tubuh dan
darah-Nya yang tersalib di Golgota hal itu sudah menjadi jalan penebusan
dosa-dosa kita. Namun, Perjanjian Baru tidak langsung meniadakan persembahan
sama sekali.
Persembahan dalam konsep Perjanjian Baru
menjadi berbeda, tidak lagi sebagai korban, melainkan sebagai ungkapan rasa
syukur atas anugerah keselamatan yang telah diberikan Tuhan kita atas penebusan
dosa tersebut. Artinya, pemberian tersebut adalah sebagai ungkapan syukur,
bukan balas jasa, karena anugerah keselamatan yang diberikan Allah adalah
cuma-cuma, tidak dapat dibalas dengan perbuatan atau upaya manusia. Jadi
pengertian "membalas kebaikan Tuhan" sebagaimana dalam Mazmur di
atas, dalam konteks Perjanjian Baru adalah merupakan respon atas rasa syukur penebusan
tersebut, bukan dalam pengertian timbal balik.
Bentuk-Bentuk Persembahan Korban Dalam PB
Penggenapan dari Makna Korban PL
Setelah penulis memaparkan beberapa contoh
dalam makna korban PL tersebut. Selanjutnya, persembahan di dalam kitab
Perjanjian Baru cukup luas pembahasannya dan dapat dikategorikan dalam lima
bentuk, yakni Sebagai berikut[8]:
Pertama,
persembahan nyawa. Tuhan Yesus berkata bahwa inilah ungkapan kasih yang lebih
besar dari umat percaya, yakni apabila seseorang yang mengorbankan nyawa untuk
kemuliaan Kristus maupun untuk saudara-saudara kita (Mat. 10: 39; Luk. 14: 26;
Yoh. 15: 13; Kis. 15: 26). Hal ini diperlihatkan dalam kisah Stefanus, martir
pertama yang dibunuh oleh kaum Farisi dengan melemparinya dengan batu (Kis. 7:
54 - 60). Pengorbanan nyawa untuk sesama dinyatakan dalam 1Yoh. 3: 16,
"Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan
nyawa-Nya untuk kita; jadi kita pun wajib menyerahkan nyawa kita untuk
saudara-saudara kita." Kesediaan berkorban dan menderita bagi orang lain
dengan mengesampingkan kepentingan diri sendiri, itulah makna dari persembahan
nyawa tersebut.
Kedua,
persembahan tubuh, yakni memelihara kekudusan hidup dengan menjauhkan diri dari
perbuatan najis dan dosa yang tidak berkenan kepada Tuhan. Firman-Nya berkata,
"Karena itu saudara-saudara, demi kemurahan Allah, aku menasehatkan kamu,
supaya kamu mempersembahan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus
dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati" (Roma
12:1; Yakobus 1: 27b).
Ketiga,
persembahan hati dan mulut, dengan menaikkan puji-pujian dan bibir yang
memuliakan Allah dengan ucapan syukur (Ibrani 13: 15; Mazmur 28: 7; 30: 4; 51:
19). Kitab Efesus menuliskan, "dan berkata-katalah seorang kepada yang
lain dalam mazmur, kidung puji-pujian, dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan
bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati" (Efesus 5: 19 - 20). Alkitab
juga mengingatkan, dengan lidah kita memuji Tuhan (Yakobus 3: 5). Artinya, di
segala tempat dan situasi kita tidak boleh menggunakan lidah dan mulut kita
untuk hal-hal yang menyakitkan hati Allah dan orang lain, tetapi justru dipakai
untuk memuliakan Dia.
Dalam kelima bentuk inilah yang menjadi
penggenapan korban dalam Perjanjian Lama kepada Perjanjian Baru yang mana, Kristuslah
yang menjadi korban untuk menghapus kita dari segala dosa-dosa, dan
pengorbannya sekali dan untuk selamanya. Setelah itu, makna korban dalam
Perjanjian Baru digenapi selain Kristus, yaitu kita harus mempersembahkan sama
seperti yang sudah dipaparkan dalam bentuk-bentuk korban dalam Perjanjian Baru.
BAB III
KESIMPULAN
DAN APLIKASI
Dari kitab PL kita dapat mempelajari bahwa Yesus Kristus
adalah Anak Domba Allah. Pada masa itu, domba digunakan sebagai korban
penghapus dosa (korban yang dibunuh dan diletakkan di atas mezbah) yang
sifatnya tidak kekal (karena harus dilakukan setiap tahun). Tetapi Yesus yang
adalah Allah sendiri turun ke dalam dunia menjadi Anak Domba untuk dikorbankan
sebagai penghapus dosa yang sifatnya kekal, karena dilakukan satu kali untuk
selamanya. Di samping itu, kita juga dapat mempelajari bagaimana kitab PL telah
berbicara mengenai prosesi kedatangan Anak Domba Allah ke dalam dunia dan
bagaimana kitab Perjanjian Baru menunjukkan bahwa nubuat-nubuat ini digenapi
dalam diri Yesus Kristus. Kita perlu ingat bahwa para nabi PL hidup dan
berbicara ratusan tahun sebelum Yesus lahir. Mereka berbicara sebagaimana Tuhan
mengajar mereka melalui Roh Kudus. Dan hal-hal yang mereka katakan itu
benar-benar terjadi.
Aplikasinya
Bagi kita ialah menyadari bahwa pengorbanan Kristus Diatas kayu salib adalah
salah satu bukti bahwa Yesus menggenapinya untuk menghapus dosa kita semua.
Jika kita pelajari sistem pengorbanan dalam Perjanjian Lama adalah bukti
bagaimana cara umat manusia untuk bisa mendekati Allah yang kudus, sedangkan
manusia berdosa. Oleh sebab itu kita harus sadar akan pengorbanan Kristus
sebagai penggenapan korban yang menghapus dosa kita semua. Dan kita mau
berkorban untuk Kristus, dalam artian rela melakukan segala sesuatu untuk kemuliaan-Nya
dan mau meninggalkan segala hawa nafsu dunia kita untuk hidup baru dan terus
melakukan yang terbaik dalam perkataan, perbuatan, dan pikiran kita hanya untuk
memuliakan Kristus yang mau menjadi korban untuk kita semua agar kita tidak
binasa.