Pages

About

Selasa, 11 September 2012

"PENTINGNYA PROFESIONALITAS GURU PAK DALAM DUNIA PENDIDIKAN MASA KINI"


TUGAS MATAKULIAH : PROFESIONALITAS GURU PAK
       
 "PENTINGNYA PROFESIONALITAS
 GURU PAK DALAM DUNIA
 PENDIDIKAN MASA KINI"

OLEH : DENNY SITOMPUL, S.Pd.K


BAB I
PENDAHULUAN

              Pendidikan agama Kristen adalah merupakan hal yang amat penting dalah kehidupan gereja dan umat Tuhan.  Dalam konteks Indonesia, pendidikan agama Kristen mempunyai peran yang penting, hal ini di karenakan kita sebagai murid Kristus dalam kehidupan sehari-harinya harus menunjukkan diri sebagai murid sang Guru Agung.  Pendidikan agama Kristen sering dikeluhkan karena pelajaran agama tidak lagi memberikan sesuatu yang berbeda dalam membetuk siswa untuk menjadi serupa dengan Kristus.
“Hal ini diperparah dengan layanan Pendidikan Agama disekolah yang kerap dikeluhkan siswa dan orang tua. Konon Pendidikan Agama Kristen lebih sering dirasakan siswa sebagai beban yang tidak perlu ketimbang kabar sukacita”.[1]

              Pendidikan agama Kristen seharusnya membuat siswa Kristen berbeda dengansiswa-siswi yang lain. Pendidikan Agama Kristen bukan sekedar transfer ilmu pengetahuan semata, tetapi lebih dari itu pendidikan agama Kristen merupakan sarana untuk menanamkan nilai-nilai kristiani kepada anak didik menuju kesempurnaan seperti Kristus.
  Dalam bukunya Em Budhiadi Henock yang berjudul Pendidikan Agama Kristen Selayang Pandang menjelaskan bahwa,
“Dalam usaha untuk menjadi sarana ajaran agama (dogma) menjadi perilaku (etika) yang diamalkan oleh para penganut agama, termasuk agama Kristen maka pendidikan agama dilaksanakan dalam pelbagai cara dan pelbagai lingkungan”[2].

              Peningkatan kualitas pendidikan tidak terlepas dari bagaimana para pendidik (guru) mengajar secara profesional. Karena dengan mencapai profesionalitas maka seorang guru akan meningkatkan kualitas pendidikan agama Kristen. Sering yang menjadi kendala adalah guru yang mengajar mata pelajaran pendidikan agama Kristen bukanlah guru yang kompeten di bidangnya.  Hal ini sudah sering terjadi dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan agama Kristen, sering yang mengajar mata pelajaran agama adalah guru mata pelajaran lain atau pendeta yang tidak profesional untuk mengajar pendidikan agama Kristen dikarenakan tidak tersedianya guru pendidikan agama Kristen di sekolah.

Profesionalitas Guru PAK
              Menurut para ahli kata “profesional” memiliki beragam defenisi, defenisi pertama mengatakan “profesional” khususnya dalam bidang olah raga dan seni, ada istilah “pemain bayaran” dan ada pula “pemain amatiran”.  Dalam permainan bayaran dipergunakan untuk profesional, orang-orang yang melakukan kegiatan ini mendapat upah atau bayaran.[3] Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia profesionalitas adalah kemampuan bertindak secara profesional, keprofesian.[4]
               Profesionalitas adalah kemampuan untuk merancang dan melakukan segela sesuatu secara profesional dalam bidang yang digelutinya. Berbicara tentang guru pendidikan agama Kristen Profesionalitas berarti: kemampuan untuk bekerja secara profesional dalam bidang pendidikan agama Kristen, merancang pendidikan agama Kristen secara menarik dalam proses belajar mengajar.
              Guru menurut kamus besar bahasa Indonesia guru diartikan sebagai berikut: orang yang pekerjaannya mengajar.[5]  Namun bila berbicara mengenai guru dalam pendidikan agama kristen, maka guru mempunyai arti sebagai pengajar, penyampai pengetahuan, mendidik, menasehati, membimbing, pembina moralitasdan aklak para murid atau siswa.
Yesus Sang Guru Agung
              Yesus adalah Anak Allah yang menjalankan misi-Nya di dunia dengan cara mengajar para murid dan umat-Nya untuk mengenal siapa sesungguhnya Allah itu.  Ia mengajar orang untuk bergaul dengan Allah dan mencapai pertumbuhan iman dan dengan sendirinya meningkatkan kualitas hidup mereka yang percaya kepada Allah.

Karakter
              Karakter menyangkut kepribadian yang utuh dari seorang guru pendidikan agama Kristen.  Seorang guru pendidikan agama Kristen selalu mengacu kepada sosok Yesus Kristus sebagai Guru Agung.  Kepribadian sangat menentukan keberhasilan guru untuk mengembangkan sumber daya manusia, karena guru berperan sebagai pembimbing, dan sekaligus sebagai panutan.
  Karakteristik kepribadian guru berkaitan dengan keberhasilan dalam melaksanakan pekerjaan meliputi fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologis, untuk guru pendidikan agama Kristen ditambah dengan komitmen iman dalam pelayanan.

Integritas
              Integritas adalah kosistensi antara perkataan dan perbuatan yang menjadi teladan bagi peserta didik. Seorang guru harus menunjukkan bahwa hidupnya menjadi teladan dan sebagai contoh bagi peserta didik.  Kesamaan antara kata dan perbuatan dalam hidup seorang guru khususnya guru pendidikan agama Kristen sendirinya menjadi contoh dan teladan bagi peserta didik untuk mengalami perubahan dalam hidup sesuai dengan kebenaran firman Tuhan.

Profesionalitas Guru Pendidikan Agama Kristen
              Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab.[6]
              Guru yang profesional adalah guru yang mampu membawa peserta didik memahami serta menjalankan nilai-nilai agama yang dipelajarinya. Rendahnya penghargaan terhadap guru pendidikan agama Kristen berdampak kepada pemahaman tentang profesionalisme.
  Guru yang profesional adalah guru yang melaksanakan tugas keguruan dengan kemampuan tinggi.  Dengan demikian, guru pendidikan agama Kristen yang profesional adalah guru pendidikan agama Kristen yang melaksnakan tugas mengajar dan mendidik di bidang pendidikan agama Kristen dengan mengandalkan kemampuan dan karekter yang tinggi dan mengacu kepada sosok Yesus sebagai Guru Agung.[7]

BAB II
Komponen Standar Kompetensi Guru
Pendidikan Agama Kristen

              Tiga standar komponen kompetensi guru pendidikan agama kristen meliputi: Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian Guru, serta Kompetensi Profesional Guru.
Kompetensi Pedagogik
              Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran yang mendidik, dialogis, dan yang berkenaan dengan pemahaman peserta didik meliputi: pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.

Kompetensi Kepribadian Guru
  Berdasarkan kodrat manusia sebagai makluk individu dan sebagai makluk Tuhan.[8]  Ia wajib menguasai pengetahuan yang akan diajarkan kepada peserta didik dengan benar dan bertanggung jawab.  Kompetensi kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.

Kompetensi Profesional Guru
              Kompetensi profesional seorang guru adalah seperangkat kemampuan yang harus di miliki oleh seorang guru agar ia dapat melaksanakan tugas mengajar dengan berhasil.[9]
  Kompetensi profesional guru adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran atau bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru.

Persyaratan Dan Kinerja Guru Pendidikan Agama Kristen Yang Profesional

              Untuk menjadi seorang guru yang profesional dalam suatu bidang atau mata pelajaran, maka seorang guru perlu memiliki pesyaratan untuk memastikan bahwa seorang guru tersebut sudah layak untuk mengajar.  Beberapa pesyaratan itu adalah: Memiliki Kualitas Pendidikan Yang Memadai, Memiliki Kompetensi Mengajar, Memiliki Karunia dan Pengalaman Rohani Memiliki Keteladanan.

Memiliki Kualitas Pendidikan
              Untuk menghasilkan sauatu kualitas pendidikan yang di inginkan bersama, maka dituntut juga guru yang profesiobal di bidangnya.  Kualitas pendidikan seorang guru merupakan salah satu dari unsur dalam peningkatan kualitas pendidikan.
              Pendidikan yang tepat harus terus diusahakan agar seorang guru memiliki penguasaan bahan yang dapat diandalkan.  Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab XI pasal 42 disebutkan bahwa pendidikan harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar yang dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi.
  Dengan demikian untuk menjadi guru Pendidikan Agama Kristen kualifikasi minimal DII/DIII PAK untuk TK, S1 untuk SD-SMA/SMK, dan S2 program S2 program studi PAK untuk menjadi dosen PAK pada PTU dan S2 Dosen pada Perguruan Tinggi Agama/Teologia Kristen.
  Dengan memiliki kualifikasi pendidikan yang memadai, maka diharapkan memiliki kewenangan untuk melaksanakan tugasnya sebagai guru PAK.[10]

Memiliki Kompetensi Mengajar
              Memiliki kompetensi untuk mengajar sudah menjadi sesuatu yang mutlak bagi seoran guru. Seorang guru yang profesional memiliki kompetensi mengajar yang baik. Kent L. Johnson, dalam Called To Teach (Augsburg, 1984), mengemukakan bahwa sedikitnya ada enam segi kemampuan dan ketrampilan yang harus dikembangkan guru dalam mengembangkan profesinya.  Keenam segi yang dimaksud meliputi masalah penetapan tujuan mengajar, pengelolaan kelas, pemilihan metode, penyajian pelajaran, penciptaan suasana belajar yang baik, dan perencanaan serta pelaksanaan evaluasi pengakaran.[11]

Memiliki Karunia Dan Pengalaman Rohani
              Mengigat bahwa materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru adalah seperangkat kompetensi yang diharapkan dari peserta didik berupa konsep dan pengalaman rohani, serta perubahan sikap dan perilaku sebagai akibat pembelajaran pendidikan agama Kristen, maka seorang guru pendidikan agama Kristen harus memiliki pengalaman rohani.[12]

                                                    Memiliki Keteladanan
             Dalam proses pembelajaran, keteladan seorang guru pendidikan agama Kristen adalah sangat penting dan dibutuhkan.  Dua aspek untuk menanamkan keteladanan yaitu urgensi keteladanan yang meliputi seorang guru akan menjadi teladan bagi peserta didiknya, peserta didik akan menjadi sama dengan gurunya.  Serta aspek yang kedua yaitu implikasi keteladanan bagi pendidikan agama Kristen yang meliputi untuk menghasilkan keteladan bagi peserta didik, maka seorang guru harus hidup dalam realitas pengajarannya sebagai teladan supaya firman Tuhan yang diajarkan menghasilkan transformasi.

BAB III
Faktor-faktor Peningkatan Kualitas Pendidikan
Dalam dunia pendidikan, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan tersebut, yaitu:
Lingkungan Sekolah
 Sekolah memainkan peran yang amat penting dalam pendidikan.  Melalui sekolah suatu aktifitas belajar mengajar bisa berjalan dengan baik.  Dimana dalam sekolah terdapat guru,siswa dalam proses belajar mengajar.

Guru
              Kualitas guru sangat memanikan peran penting dalam proses belajar mengajar.  Guru adalah segala-galanya artinya banyak segi dari kedudukan dan peranan guru dalam tugas mengajar.
              Upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional indonesia tidak terlepas dari peningkatan kaulitas guru.  Guru harus berusaha untuk meningkatkan kaulitas dan memenuhi kompetensinya.  Guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangannya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (UU No. 14 Tahun 2005: pasal 6)[13]
              Dalam pendidikan agama Kristen, seorang guru dituntut untuk meningkatkan kualitas pendidikan agama Kristen.  disini dituntut seorang guru pendidikan agama kristen harus bekerja secara profesional.[14]
              Guru yang berkualitas harus memahami profesi keguruan.  Guru yang berkualitas terpanggil untuk mendorong peserta didik menimba pengetahuan, pemahaman, dan memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan.[15] 
Guru yang berkualitas akan menentukan peningkatan mutu pendidikan yang berkualitas juga.  Khususnya untuk pendidikan agama kristen dan pendidikan Indonesia secara umum.
Siswa
              Pendidikan agama Kristen tidak lepas dari peserta didik (siswa).  Siswa adalah melakukan aktivitas dan kegiatan dikelas yang ditempatkan sebagai objek dan karena area perkembangan ilmu pengetahuan dan kesadaran manusia, maka siswa bergerak kemudian menduduki fungsi sebagai subjek.  Artinya siswa bukan barang atau objek yang hanya dikenai akan tetapi juga merupakan objek yang memiliki potensi dan pilihan untuk bergerak.
Peningkatan Kualitas Pendidikan
              Peningkatan kualitas pendidikan agam kristen didasarkan pada beberapa hal mendasar yaitu: kerohanian, minat belajar, sikap dan tindakan, serta hubungan dengan sesama.
Kerohanian
              Berbicara tentang pendidikan agama Kristen, maka tidak akan lepas dari kerohanian siswa.  Pengajaran agama Kristen adalah untuk membantu peserta didik dalam perjumpaan dengan tradisi kristiani dan wahyu Allah guna memahami, memikirkan, menyakini, dan mengambil keputusan berdasarkan isi pengajaran.[16]
              Kerohanian siswa berhubungan dengan hubungan siswa dengan Allah untuk mencapai pada kedewasaan iman. Peningkatan kualitas kerohanian siswa dapat dilihat dari bagaimana intensitas siswa menggunakan waktu untuk berdoa, membaca alkitab dan mempunyai waktu untuk bersekutu dengan Allah.  Peningkatan kualitas kerohanian tidak lepas dari bagaimana peran aktif seorang guru pendidikan agama Kristen untuk mengarahkan siswa mengalami pertumbuhan kerohaniannya.
              Pertumbuhan rohani terlihat dati dua aspek yaitu aspek “vertikal dan hotizontal”.  Aspek vertikal adalah diperbaharuinya hubungan seseorang dengan Allah yang dikokohkan melalui firman Allah dan doa.  Sedangkan hubungan horizontal ditandai dengan praktek iman dalam hubungannya dengan sesama.[17]
              Pengajaran agama Kristen diharapkan supaya siswa mengasihi sesamanya oleh karena Tuhan telah mengasihi mereka sendiri.

Pengetahuan
              Pengetahuan membawa kepada kemampuan untuk bertindak secara batiniah, itulah maka manusia mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan binatang.  Proses dari upaya untuk pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari pada prinsipnya tidak banyak berbeda dengan upaya ilmiah.[18] 
              Pengetahuan ditinjau dari sifat dan penerapannya, ilmu pengetahuan terdiri atas dua macam, yakni declatarive knowledge dan procedural knowledge. Pengetahuan deklaratif atau pengetahuan proporsional adalah pengetahuan mengenai informasi faktual yang pada umumnya bersifat statis-normatif dan dapat dijelaskan secara lisan/verbal. Sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan yang mendasari kecakapan atau ketrampilan perbuatan jasmaniah yang cendrung bersifat dinamis.[19]
              Salah satu dari prinsip utama PAK adalah learning to know.  Ini berhubungan dengan kemampuan akal budi peserta didik. Peserta didik diarahkan untuk mengetahui segala sesuatu tentang dirinya, dunianya, sesama, lingkungannya dan pengetahuan akan Allah serta segala Firman-Nya.[20]
Karakter
              Karakter berhubungan erat dengan sikap dan tindakan dari siswa.  Karakter yang baik akan menghasilkan sikap dan tindakan yang baik. Sering terjadinya tauran antar pelajar, siswa yang terjerat dalam narkoba dan obat-obat terlarang serta terlibat dalam perkumpulan-perkumpulan yang merisaukan masyarakat dipengauhi oleh karekter dari siswa yang kurang bagus.[21]
              Melihat dari hal ini maka karakter sangat mempengaruhi peningkatan kualitas pendidikan agama Kristen.  Karena karakter berbicara tentang sikap dan tindakan dari siswa baik di sekolah, di rumah, maupun dalam lingkungan pergaulannya.


BAB IV
Masalah Yang Dihadapi guru

Dalam dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal maupun informal. Oleh sebab itu, dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri.
Filsofi sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan peran guru sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tidak jarang telah di posisikan mempunyai peran ganda bahkan multi fungsi. Mereka di tuntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus mampu mentransformasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, tetapi sekaligus sebagai penjaga moral bagi anak didik. Bahkan tidak jarang, para guru dianggap sebagai orang kedua, setelah orang tua anak didik dalam proses pendidikan secara global.
Dalam konteks sosial budaya MBOJO misalnya, kata guru sering dikonotasikan sebagai kepanjangan dari kata “dou ma di to’a” (menjadi panutan utama). [22]Begitu pula dalam khasanah bahasa Indonesia, dikenal adanya sebuah peribahasa yang berunyi “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Semua perilaku guru akan menjadi panutan bagi anak didiknya. Sebuah posisi yang mulia dan sekaligus memberi beban psikologis tersendiri bagi para guru kita.
Saat ini setidak-tidaknya ada empat hal yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi guru di Indonesia, yaitu : pertama, masalah kualitas/mutu guru, kedua, jumlah guru yang dirasakan masih kurang, ketiga, masalah distribusi guru dan masaah kesejahteraan guru.
Masalah kualitas guru
Kualitas guru kita, saat ini disinyalir sangat memprihatinkan. Berdasarkan data tahun 2002/2003, dari 1,2 juta guru SD kita saat ini, hanya 8,3%nya yang berijasah sarjana. Realitas semacam ini, pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas anak didik yang dihasilkan. Belum lagi masalah, dimana seorang guru sering mengajar lebih dari satu mata pelajaran yang tidak jarang, bukan merupakan corn/inti dari pengetahuan yang dimilikinya, telah menyebabkan proses belajar mengajar menjadi tidak maksimal.
Banyak guru yang belum memiliki persyaratan kualifikasi. Guru TK sebanyak 137.069 orang, yang sudah memiliki kewenangan mengajar sesuai dengan kualifikasi pendidikan baru 12.929 orang (9,43%). Guru SD sebanyak 1.234.927 orang, yang sudah memiliki kewenangan mengajar sesuai dengan kualifikasi pendidikan baru 625.710 orang (50,67%). Guru SMP sebanyak 466.748 orang, yang sudah memiliki kewenangan mengajar sesuai dengan kualifikasi pendidikan baru 299.105 orang (64,08%). Guru SMA sebanyak 377.673 orang, yang sudah memiliki kewenangan mengajar sesuai dengan kualifikasi pendidikan baru 238.028 orang (63,02%).[23]
Jumlah guru yang masih kurang
Jumlah guru di Indonesia saat ini masih dirasakan kurang, apabila dikaitkan dengan jumlah anak didik yang ada. Oleh sebab itu, jumlah murid per kelas dengan jumlah guru yag tersedia saat ini, dirasakan masih kurang proporsional, sehingga tidak jarang satu raung kelas sering di isi lebih dari 30 anak didik. Sebuah angka yang jauh dari ideal untuk sebuah proses belajar dan mengajar yang di anggap efektif. Idealnya, setiap kelas diisi tidak lebih dari 15-20 anak didik untuk menjamin kualitas proses belajar mengajar yang maksimal.
Masalah distribusi guru
Masalah distribusi guru yang kurang merata, merupakan masalah tersendiri dalam dunia pendidikan di Indonesia. Di daerah-daerah terpencil, masing sering kita dengar adanya kekurangan guru dalam suatu wilayah, baik karena alasan keamanan maupun faktor-faktor lain, seperti masalah fasilitas dan kesejahteraan guru yang dianggap masih jauh yang diharapkan.
Masalah kesejahteraan guru
Sudah bukan menjadi rahasia umum, bahwa tingkat kesejahteraan guru-guru kita sangat memprihatinkan. Penghasilan para guru, dipandang masih jauh dari mencukupi, apalagi bagi mereka yang masih berstatus sebagai guru bantu atau guru honorer. Kondisi seperti ini, telah merangsang sebagian para guru untuk mencari penghasilan tambahan, diluar dari tugas pokok mereka sebagai pengajar, termasuk berbisnis dilingkungan sekolah dimana mereka mengajar tenaga pendidik. Peningkatan kesejahteaan guru yang wajar, dapat meningkatkan profesinalisme guru, termasuk dapat mencegah para guru melakukan praktek bisnis di sekolah.


DAFTAR PUSTAKA
Jhon M. Nainggolan, Menjadi Guru Agama Kristen (Bandung: Bina Media Informasi, 2007)

            Em Budhiadi Henoch, Pendidikan Agama Kristen Selayang Pandang (Bandung: Bina Media Informasi, 2007)

Drs. Andar Gultom, Profesionalisme, Standar Kompetensi, Dan Pengembangan Profesi Guru PAK (Bandung: Bina Media Informasi, 2007)

 Kamus Besar Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007)

Drs. Andar Gultom, Profesionalisme, Standar Kompetensi dan Pemgembangan Profesi Keguruan (Bandung: Bina Media Informasi, 2007)

Pdt. Jansen Belandina Non-Serrano, Profesionalisme Guru dan Bingkai Materi (Bandung: Bina Media Informasi, 2005)

Hamzah B. Uno, Profesi Keguruan (Jakarta: Bumi Aksara, 2008)

John M. Nainggolan, Pendidikan Agama Kristen Dalam Masyarakat Majemuk (Bandung: Bina Media Informasi, 2009)

            E.G Homrighausen dan I.H Enhklaar, Pendidikan Agama Kristen ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993)

            Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan baru (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008)

            John M. Nainngolan, Menjadi Guru Agama Kristen (Bandung: Generasi Info Media, 2007)

Harian Kompas, Masalah Pendidikan Indonesia (Jakarta: 2008)

 http://beta.pikiran-rakyat.com/index.php?mib=beritadetail&id=9232



    [1]Jhon M. Nainggolan, Menjadi Guru Agama Kristen (Bandung: Bina Media Informasi, 2007), hlm. 1.

    [2]Em Budhiadi Henoch, Pendidikan Agama Kristen Selayang Pandang (Bandung: Bina Media Informasi, 2007), hlm.3.
    [3]Drs. Andar Gultom, Profesionalisme, Standar Kompetensi, Dan Pengembangan Profesi Guru PAK (Bandung: Bina Media Informasi, 2007), hlm. 2

    [4]Kamus Besar Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hlm. 897

    [5]Ibid, hlm. 337.
    [6]Drs. Andar Gultom, Profesionalisme, Standar Kompetensi dan Pemgembangan Profesi Keguruan (Bandung: Bina Media Informasi, 2007), hlm. 9.
[7]Pdt. Jansen Belandina Non-Serrano, Profesionalisme Guru dan Bingkai Materi (Bandung: Bina Media Informasi, 2005), hlm. 37.  

    [8]Hamzah B. Uno, Profesi Keguruan (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 18.
    [9]Ibid, hlm. 18.
    [10]Drs. Andar Gultom, Profesionalisme, Standar Kompetensi, Dan Pengembangan Profesi Guru PAK (Bandung: Bina Media Informasi, 2007), hlm. 29.
 
    [11]B.S. Sidjabat, Menjadi Guru Profesional (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1994), hlm. 46.

    [12]Drs. Andar Gultom, Profesionalisme, Standar Kompetensi, Dan Pengembangan Profesi Guru PAK (Bandung: Bina Media Informasi, 2007), hlm. 30.
    [13] Hilda Karli, Apa Mengapa, dan Bagaimana Sertifikasi Guru Dilaksanakan (Bandung: Generasi Info Media, 2009), hlm. 35.

    [14]B.S. Sidjabat, Menjadi Guru Profesional (Bandung: Kalam Hidup, 2000), hlm. 33.

    [15]John M. nainngolan, Menjadi Guru Agama Kristen (Bandung: Generasi Info Media, 2007), hlm. 26.

    [16]John M. Nainggolan, Stategi Pendidikan Agama Kristen (Bandung: Generasi Info Media, 2007), hlm. 36.

    [17]John M. Nainggolan, Pendidikan Agama Kristen Dalam Masyarakat Majemuk (Bandung: Bina Media Informasi, 2009), hlm. 80.

    [18]E.G Homrighausen dan I.H Enhklaar, Pendidikan Agama Kristen ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), hlm. 126.

    [19]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan baru (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 97-98.

    [20]John M. Nainngolan, Menjadi Guru Agama Kristen (Bandung: Generasi Info Media, 2007), hlm. 14.
    [21]Harian Kompas, Masalah Pendidikan Indonesia (Jakarta: 2008)hlm. 3.

        [22] http://beta.pikiran-rakyat.com/index.php?mib=beritadetail&id=9232
[23] http://beta.pikiran-rakyat.com/index.php?mib=beritadetail&id=9232

5 komentar: