TUGAS MATAKULIAH : PROFESIONALITAS GURU PAK
"PENTINGNYA PROFESIONALITAS
GURU PAK DALAM DUNIA
PENDIDIKAN MASA KINI"
OLEH : DENNY SITOMPUL, S.Pd.K
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan agama Kristen adalah merupakan hal
yang amat penting dalah kehidupan gereja dan umat Tuhan. Dalam konteks Indonesia, pendidikan agama
Kristen mempunyai peran yang penting, hal ini di karenakan kita sebagai murid
Kristus dalam kehidupan sehari-harinya harus menunjukkan diri sebagai murid
sang Guru Agung. Pendidikan agama
Kristen sering dikeluhkan karena pelajaran agama tidak lagi memberikan sesuatu
yang berbeda dalam membetuk siswa untuk menjadi serupa dengan Kristus.
“Hal ini diperparah dengan layanan Pendidikan
Agama disekolah yang kerap dikeluhkan siswa dan orang tua. Konon Pendidikan
Agama Kristen lebih sering dirasakan siswa sebagai beban yang tidak perlu
ketimbang kabar sukacita”.[1]
Pendidikan agama Kristen seharusnya membuat
siswa Kristen berbeda dengansiswa-siswi yang lain. Pendidikan Agama Kristen
bukan sekedar transfer ilmu pengetahuan semata, tetapi lebih dari itu
pendidikan agama Kristen merupakan sarana untuk menanamkan nilai-nilai
kristiani kepada anak didik menuju kesempurnaan seperti Kristus.
Dalam
bukunya Em Budhiadi Henock yang berjudul Pendidikan Agama Kristen Selayang
Pandang menjelaskan bahwa,
“Dalam usaha untuk menjadi sarana ajaran agama
(dogma) menjadi perilaku (etika) yang diamalkan oleh para penganut agama,
termasuk agama Kristen maka pendidikan agama dilaksanakan dalam pelbagai cara
dan pelbagai lingkungan”[2].
Peningkatan kualitas pendidikan tidak
terlepas dari bagaimana para pendidik (guru) mengajar secara profesional.
Karena dengan mencapai profesionalitas maka seorang guru akan meningkatkan
kualitas pendidikan agama Kristen. Sering yang menjadi kendala adalah guru yang
mengajar mata pelajaran pendidikan agama Kristen bukanlah guru yang kompeten di
bidangnya. Hal ini sudah sering terjadi
dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan agama Kristen, sering yang mengajar
mata pelajaran agama adalah guru mata pelajaran lain atau pendeta yang tidak
profesional untuk mengajar pendidikan agama Kristen dikarenakan tidak
tersedianya guru pendidikan agama Kristen di sekolah.
Profesionalitas Guru PAK
Menurut para ahli kata “profesional” memiliki
beragam defenisi, defenisi pertama mengatakan “profesional” khususnya dalam
bidang olah raga dan seni, ada istilah “pemain bayaran” dan ada pula “pemain
amatiran”. Dalam permainan bayaran
dipergunakan untuk profesional, orang-orang yang melakukan kegiatan ini
mendapat upah atau bayaran.[3]
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia profesionalitas adalah kemampuan bertindak
secara profesional, keprofesian.[4]
Profesionalitas adalah kemampuan untuk
merancang dan melakukan segela sesuatu secara profesional dalam bidang yang
digelutinya. Berbicara tentang guru pendidikan agama Kristen Profesionalitas
berarti: kemampuan untuk bekerja secara profesional dalam bidang pendidikan
agama Kristen, merancang pendidikan agama Kristen secara menarik dalam proses
belajar mengajar.
Guru menurut kamus besar bahasa Indonesia
guru diartikan sebagai berikut: orang yang pekerjaannya mengajar.[5] Namun bila berbicara mengenai guru dalam
pendidikan agama kristen, maka guru mempunyai arti sebagai pengajar, penyampai
pengetahuan, mendidik, menasehati, membimbing, pembina moralitasdan aklak para
murid atau siswa.
Yesus Sang Guru Agung
Yesus adalah Anak Allah yang menjalankan
misi-Nya di dunia dengan cara mengajar para murid dan umat-Nya untuk mengenal
siapa sesungguhnya Allah itu. Ia
mengajar orang untuk bergaul dengan Allah dan mencapai pertumbuhan iman dan
dengan sendirinya meningkatkan kualitas hidup mereka yang percaya kepada Allah.
Karakter
Karakter menyangkut kepribadian yang utuh
dari seorang guru pendidikan agama Kristen.
Seorang guru pendidikan agama Kristen selalu mengacu kepada sosok Yesus
Kristus sebagai Guru Agung. Kepribadian
sangat menentukan keberhasilan guru untuk mengembangkan sumber daya manusia,
karena guru berperan sebagai pembimbing, dan sekaligus sebagai panutan.
Karakteristik kepribadian guru berkaitan dengan keberhasilan dalam
melaksanakan pekerjaan meliputi fleksibilitas kognitif dan keterbukaan
psikologis, untuk guru pendidikan agama Kristen ditambah dengan komitmen iman
dalam pelayanan.
Integritas
Integritas adalah kosistensi antara perkataan
dan perbuatan yang menjadi teladan bagi peserta didik. Seorang guru harus
menunjukkan bahwa hidupnya menjadi teladan dan sebagai contoh bagi peserta
didik. Kesamaan antara kata dan
perbuatan dalam hidup seorang guru khususnya guru pendidikan agama Kristen
sendirinya menjadi contoh dan teladan bagi peserta didik untuk mengalami
perubahan dalam hidup sesuai dengan kebenaran firman Tuhan.
Profesionalitas Guru Pendidikan Agama Kristen
Pendidikan nasional berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab.[6]
Guru yang profesional adalah guru yang mampu
membawa peserta didik memahami serta menjalankan nilai-nilai agama yang
dipelajarinya. Rendahnya penghargaan terhadap guru pendidikan agama Kristen
berdampak kepada pemahaman tentang profesionalisme.
Guru yang
profesional adalah guru yang melaksanakan tugas keguruan dengan kemampuan
tinggi. Dengan demikian, guru pendidikan
agama Kristen yang profesional adalah guru pendidikan agama Kristen yang
melaksnakan tugas mengajar dan mendidik di bidang pendidikan agama Kristen
dengan mengandalkan kemampuan dan karekter yang tinggi dan mengacu kepada sosok
Yesus sebagai Guru Agung.[7]
BAB II
Komponen Standar Kompetensi Guru
Pendidikan Agama Kristen
Tiga standar komponen kompetensi guru
pendidikan agama kristen meliputi: Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian
Guru, serta Kompetensi Profesional Guru.
Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan
mengelola pembelajaran yang mendidik, dialogis, dan yang berkenaan dengan
pemahaman peserta didik meliputi: pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan
dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
Kompetensi Kepribadian Guru
Berdasarkan kodrat manusia sebagai makluk individu dan sebagai makluk
Tuhan.[8] Ia wajib menguasai pengetahuan yang akan
diajarkan kepada peserta didik dengan benar dan bertanggung jawab. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan
personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan
berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Kompetensi Profesional Guru
Kompetensi profesional seorang guru adalah
seperangkat kemampuan yang harus di miliki oleh seorang guru agar ia dapat
melaksanakan tugas mengajar dengan berhasil.[9]
Kompetensi
profesional guru adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran atau bidang studi
secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata
pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum
tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru.
Persyaratan Dan Kinerja Guru Pendidikan Agama Kristen Yang Profesional
Untuk menjadi seorang guru yang profesional
dalam suatu bidang atau mata pelajaran, maka seorang guru perlu memiliki
pesyaratan untuk memastikan bahwa seorang guru tersebut sudah layak untuk
mengajar. Beberapa pesyaratan itu adalah:
Memiliki Kualitas Pendidikan Yang Memadai,
Memiliki Kompetensi Mengajar, Memiliki Karunia dan Pengalaman Rohani
Memiliki Keteladanan.
Memiliki Kualitas Pendidikan
Untuk menghasilkan sauatu kualitas pendidikan
yang di inginkan bersama, maka dituntut juga guru yang profesiobal di
bidangnya. Kualitas pendidikan seorang
guru merupakan salah satu dari unsur dalam peningkatan kualitas pendidikan.
Pendidikan yang tepat harus terus diusahakan
agar seorang guru memiliki penguasaan bahan yang dapat diandalkan. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab XI pasal 42 disebutkan bahwa pendidikan
harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang
kewenangan mengajar yang dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi.
Dengan
demikian untuk menjadi guru Pendidikan Agama Kristen kualifikasi minimal
DII/DIII PAK untuk TK, S1 untuk SD-SMA/SMK, dan S2 program S2 program studi PAK
untuk menjadi dosen PAK pada PTU dan S2 Dosen pada Perguruan Tinggi
Agama/Teologia Kristen.
Dengan
memiliki kualifikasi pendidikan yang memadai, maka diharapkan memiliki
kewenangan untuk melaksanakan tugasnya sebagai guru PAK.[10]
Memiliki Kompetensi Mengajar
Memiliki kompetensi untuk mengajar sudah
menjadi sesuatu yang mutlak bagi seoran guru. Seorang guru yang profesional
memiliki kompetensi mengajar yang baik. Kent L. Johnson, dalam Called To Teach
(Augsburg, 1984), mengemukakan bahwa sedikitnya ada enam segi kemampuan dan
ketrampilan yang harus dikembangkan guru dalam mengembangkan profesinya. Keenam segi yang dimaksud meliputi masalah
penetapan tujuan mengajar, pengelolaan kelas, pemilihan metode, penyajian
pelajaran, penciptaan suasana belajar yang baik, dan perencanaan serta
pelaksanaan evaluasi pengakaran.[11]
Memiliki
Karunia Dan Pengalaman Rohani
Mengigat bahwa materi pembelajaran yang
disampaikan oleh guru adalah seperangkat kompetensi yang diharapkan dari
peserta didik berupa konsep dan pengalaman rohani, serta perubahan sikap dan
perilaku sebagai akibat pembelajaran pendidikan agama Kristen, maka seorang
guru pendidikan agama Kristen harus memiliki pengalaman rohani.[12]
Memiliki Keteladanan
Dalam proses pembelajaran, keteladan
seorang guru pendidikan agama Kristen adalah sangat penting dan
dibutuhkan. Dua aspek untuk menanamkan
keteladanan yaitu urgensi keteladanan yang meliputi seorang guru akan menjadi
teladan bagi peserta didiknya, peserta didik akan menjadi sama dengan
gurunya. Serta aspek yang kedua yaitu
implikasi keteladanan bagi pendidikan agama Kristen yang meliputi untuk
menghasilkan keteladan bagi peserta didik, maka seorang guru harus hidup dalam
realitas pengajarannya sebagai teladan supaya firman Tuhan yang diajarkan
menghasilkan transformasi.
BAB III
Faktor-faktor Peningkatan Kualitas Pendidikan
Dalam dunia pendidikan, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan tersebut, yaitu:
Lingkungan Sekolah
Sekolah
memainkan peran yang amat penting dalam pendidikan. Melalui sekolah suatu aktifitas belajar
mengajar bisa berjalan dengan baik. Dimana
dalam sekolah terdapat guru,siswa dalam proses belajar mengajar.
Guru
Kualitas guru sangat memanikan peran penting
dalam proses belajar mengajar. Guru
adalah segala-galanya artinya banyak segi dari kedudukan dan peranan guru dalam
tugas mengajar.
Upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan
nasional indonesia tidak terlepas dari peningkatan kaulitas guru. Guru harus berusaha untuk meningkatkan
kaulitas dan memenuhi kompetensinya.
Guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem
pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu
berkembangannya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (UU No. 14 Tahun
2005: pasal 6)[13]
Dalam pendidikan agama Kristen, seorang guru
dituntut untuk meningkatkan kualitas pendidikan agama Kristen. disini dituntut seorang guru pendidikan agama
kristen harus bekerja secara profesional.[14]
Guru yang berkualitas harus memahami profesi
keguruan. Guru yang berkualitas
terpanggil untuk mendorong peserta didik menimba pengetahuan, pemahaman, dan
memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan.[15]
Guru yang berkualitas akan menentukan peningkatan mutu pendidikan yang
berkualitas juga. Khususnya untuk
pendidikan agama kristen dan pendidikan Indonesia secara umum.
Siswa
Pendidikan agama Kristen tidak lepas dari
peserta didik (siswa). Siswa adalah
melakukan aktivitas dan kegiatan dikelas yang ditempatkan sebagai objek dan
karena area perkembangan ilmu pengetahuan dan kesadaran manusia, maka siswa
bergerak kemudian menduduki fungsi sebagai subjek. Artinya siswa bukan barang atau objek yang
hanya dikenai akan tetapi juga merupakan objek yang memiliki potensi dan
pilihan untuk bergerak.
Peningkatan Kualitas Pendidikan
Peningkatan kualitas pendidikan agam kristen
didasarkan pada beberapa hal mendasar yaitu: kerohanian, minat belajar, sikap
dan tindakan, serta hubungan dengan sesama.
Kerohanian
Berbicara tentang pendidikan agama Kristen,
maka tidak akan lepas dari kerohanian siswa.
Pengajaran agama Kristen adalah untuk membantu peserta didik dalam
perjumpaan dengan tradisi kristiani dan wahyu Allah guna memahami, memikirkan,
menyakini, dan mengambil keputusan berdasarkan isi pengajaran.[16]
Kerohanian siswa berhubungan dengan hubungan
siswa dengan Allah untuk mencapai pada kedewasaan iman. Peningkatan kualitas
kerohanian siswa dapat dilihat dari bagaimana intensitas siswa menggunakan
waktu untuk berdoa, membaca alkitab dan mempunyai waktu untuk bersekutu dengan
Allah. Peningkatan kualitas kerohanian
tidak lepas dari bagaimana peran aktif seorang guru pendidikan agama Kristen
untuk mengarahkan siswa mengalami pertumbuhan kerohaniannya.
Pertumbuhan rohani terlihat dati dua aspek
yaitu aspek “vertikal dan hotizontal”.
Aspek vertikal adalah diperbaharuinya hubungan seseorang dengan Allah
yang dikokohkan melalui firman Allah dan doa.
Sedangkan hubungan horizontal ditandai dengan praktek iman dalam
hubungannya dengan sesama.[17]
Pengajaran agama Kristen diharapkan supaya
siswa mengasihi sesamanya oleh karena Tuhan telah mengasihi mereka sendiri.
Pengetahuan
Pengetahuan membawa kepada kemampuan untuk
bertindak secara batiniah, itulah maka manusia mempunyai banyak kelebihan
dibandingkan dengan binatang. Proses
dari upaya untuk pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari pada prinsipnya tidak
banyak berbeda dengan upaya ilmiah.[18]
Pengetahuan ditinjau dari sifat dan
penerapannya, ilmu pengetahuan terdiri atas dua macam, yakni declatarive knowledge dan procedural knowledge. Pengetahuan
deklaratif atau pengetahuan proporsional adalah pengetahuan mengenai informasi
faktual yang pada umumnya bersifat statis-normatif dan dapat dijelaskan secara
lisan/verbal. Sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan yang
mendasari kecakapan atau ketrampilan perbuatan jasmaniah yang cendrung bersifat
dinamis.[19]
Salah satu dari prinsip utama PAK adalah
learning to know. Ini berhubungan dengan
kemampuan akal budi peserta didik. Peserta didik diarahkan untuk mengetahui
segala sesuatu tentang dirinya, dunianya, sesama, lingkungannya dan pengetahuan
akan Allah serta segala Firman-Nya.[20]
Karakter
Karakter berhubungan erat dengan sikap dan
tindakan dari siswa. Karakter yang baik
akan menghasilkan sikap dan tindakan yang baik. Sering terjadinya tauran antar
pelajar, siswa yang terjerat dalam narkoba dan obat-obat terlarang serta
terlibat dalam perkumpulan-perkumpulan yang merisaukan masyarakat dipengauhi
oleh karekter dari siswa yang kurang bagus.[21]
Melihat dari hal ini maka karakter sangat
mempengaruhi peningkatan kualitas pendidikan agama Kristen. Karena karakter berbicara tentang sikap dan
tindakan dari siswa baik di sekolah, di rumah, maupun dalam lingkungan
pergaulannya.
BAB IV
Masalah Yang Dihadapi guru
Dalam dunia pendidikan, keberadaan
peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru
merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur
pendidikan formal maupun informal. Oleh sebab itu, dalam setiap upaya
peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, tidak dapat dilepaskan dari
berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri.
Filsofi sosial budaya dalam
pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan peran guru sedemikian
rupa sehingga para guru di Indonesia tidak jarang telah di posisikan mempunyai
peran ganda bahkan multi fungsi. Mereka di tuntut tidak hanya sebagai pendidik
yang harus mampu mentransformasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, tetapi
sekaligus sebagai penjaga moral bagi anak didik. Bahkan tidak jarang, para guru
dianggap sebagai orang kedua, setelah orang tua anak didik dalam proses
pendidikan secara global.
Dalam konteks sosial budaya MBOJO
misalnya, kata guru sering dikonotasikan sebagai kepanjangan dari kata “dou
ma di to’a” (menjadi panutan utama). [22]Begitu
pula dalam khasanah bahasa Indonesia, dikenal adanya sebuah peribahasa yang
berunyi “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Semua perilaku
guru akan menjadi panutan bagi anak didiknya. Sebuah posisi yang mulia dan
sekaligus memberi beban psikologis tersendiri bagi para guru kita.
Saat ini setidak-tidaknya ada empat
hal yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi guru di Indonesia, yaitu :
pertama, masalah kualitas/mutu guru, kedua, jumlah guru yang dirasakan masih
kurang, ketiga, masalah distribusi guru dan masaah kesejahteraan guru.
Masalah kualitas guru
Kualitas guru kita, saat ini
disinyalir sangat memprihatinkan. Berdasarkan data tahun 2002/2003, dari 1,2
juta guru SD kita saat ini, hanya 8,3%nya yang berijasah sarjana. Realitas
semacam ini, pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas anak didik yang dihasilkan.
Belum lagi masalah, dimana seorang guru sering mengajar lebih dari satu mata
pelajaran yang tidak jarang, bukan merupakan corn/inti dari
pengetahuan yang dimilikinya, telah menyebabkan proses belajar mengajar menjadi
tidak maksimal.
Banyak guru yang belum memiliki
persyaratan kualifikasi. Guru TK sebanyak 137.069 orang, yang sudah memiliki
kewenangan mengajar sesuai dengan kualifikasi pendidikan baru 12.929 orang
(9,43%). Guru SD sebanyak 1.234.927 orang, yang sudah memiliki kewenangan
mengajar sesuai dengan kualifikasi pendidikan baru 625.710 orang (50,67%). Guru
SMP sebanyak 466.748 orang, yang sudah memiliki kewenangan mengajar sesuai
dengan kualifikasi pendidikan baru 299.105 orang (64,08%). Guru SMA sebanyak
377.673 orang, yang sudah memiliki kewenangan mengajar sesuai dengan
kualifikasi pendidikan baru 238.028 orang (63,02%).[23]
Jumlah guru yang masih kurang
Jumlah guru di Indonesia saat ini masih
dirasakan kurang, apabila dikaitkan dengan jumlah anak didik yang ada. Oleh
sebab itu, jumlah murid per kelas dengan jumlah guru yag tersedia saat ini,
dirasakan masih kurang proporsional, sehingga tidak jarang satu raung kelas
sering di isi lebih dari 30 anak didik. Sebuah angka yang jauh dari ideal untuk
sebuah proses belajar dan mengajar yang di anggap efektif. Idealnya, setiap
kelas diisi tidak lebih dari 15-20 anak didik untuk menjamin kualitas proses
belajar mengajar yang maksimal.
Masalah distribusi guru
Masalah distribusi guru yang kurang merata,
merupakan masalah tersendiri dalam dunia pendidikan di Indonesia. Di
daerah-daerah terpencil, masing sering kita dengar adanya kekurangan guru dalam
suatu wilayah, baik karena alasan keamanan maupun faktor-faktor lain, seperti
masalah fasilitas dan kesejahteraan guru yang dianggap masih jauh yang
diharapkan.
Masalah kesejahteraan guru
Sudah bukan menjadi rahasia umum, bahwa tingkat
kesejahteraan guru-guru kita sangat memprihatinkan. Penghasilan para guru,
dipandang masih jauh dari mencukupi, apalagi bagi mereka yang masih berstatus
sebagai guru bantu atau guru honorer. Kondisi seperti ini, telah merangsang
sebagian para guru untuk mencari penghasilan tambahan, diluar dari tugas pokok
mereka sebagai pengajar, termasuk berbisnis dilingkungan sekolah dimana mereka
mengajar tenaga pendidik. Peningkatan kesejahteaan guru yang wajar, dapat
meningkatkan profesinalisme guru, termasuk dapat mencegah para guru melakukan
praktek bisnis di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Jhon M. Nainggolan, Menjadi
Guru Agama Kristen (Bandung: Bina Media Informasi, 2007)
Em Budhiadi Henoch, Pendidikan Agama Kristen Selayang Pandang (Bandung: Bina
Media Informasi, 2007)
Drs. Andar
Gultom, Profesionalisme, Standar
Kompetensi, Dan Pengembangan Profesi Guru PAK (Bandung: Bina Media
Informasi, 2007)
Kamus
Besar Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007)
Drs.
Andar Gultom, Profesionalisme,
Standar Kompetensi dan Pemgembangan Profesi Keguruan (Bandung : Bina Media Informasi, 2007)
Pdt. Jansen Belandina
Non-Serrano, Profesionalisme Guru dan
Bingkai Materi (Bandung: Bina Media Informasi, 2005)
Hamzah
B. Uno, Profesi Keguruan
(Jakarta: Bumi Aksara, 2008)
John M.
Nainggolan, Pendidikan Agama Kristen
Dalam Masyarakat Majemuk (Bandung: Bina Media Informasi, 2009)
E.G Homrighausen dan I.H Enhklaar, Pendidikan Agama Kristen ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993)
Muhibbin
Syah, Psikologi Pendidikan dengan
Pendekatan baru (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008)
John
M. Nainngolan, Menjadi Guru Agama
Kristen (Bandung: Generasi Info Media, 2007)
Harian Kompas, Masalah
Pendidikan Indonesia (Jakarta: 2008)
http://beta.pikiran-rakyat.com/index.php?mib=beritadetail&id=9232
[3]Drs. Andar
Gultom, Profesionalisme, Standar
Kompetensi, Dan Pengembangan Profesi Guru PAK (Bandung : Bina Media Informasi, 2007), hlm. 2
[7]Pdt. Jansen Belandina
Non-Serrano, Profesionalisme Guru dan
Bingkai Materi (Bandung :
Bina Media Informasi, 2005), hlm. 37.
[10]Drs. Andar
Gultom, Profesionalisme, Standar
Kompetensi, Dan Pengembangan Profesi Guru PAK (Bandung : Bina Media Informasi, 2007), hlm.
29.
[13] Hilda Karli, Apa Mengapa, dan Bagaimana Sertifikasi
Guru Dilaksanakan (Bandung :
Generasi Info Media, 2009), hlm. 35.
[16]John M.
Nainggolan, Stategi Pendidikan Agama
Kristen (Bandung :
Generasi Info Media, 2007), hlm. 36.
[17]John M. Nainggolan, Pendidikan Agama Kristen Dalam
Masyarakat Majemuk (Bandung :
Bina Media Informasi, 2009), hlm. 80.
[18]E.G
Homrighausen dan I.H Enhklaar, Pendidikan
Agama Kristen ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), hlm. 126.
[19]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan
baru (Bandung :
PT Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 97-98.
informasi yang sangat bermanfaat. terimakasih
BalasHapusTerimakasih pak atas informasi ini sangat bermamfaat..JBU :)
BalasHapusTerimakasih pak 🙏
BalasHapusSangat bermanfaat
Sangat menolong, terimakasih
BalasHapusSangat menolong,terimakasih
BalasHapus