KELAS
PERSIAPAN KAA Minggu ke-4 (JULI)
TEMA : “Bersyukur untuk semua yang
ku alami” (2
Kor. 12:1-10)
Tujuan :
Agar anak sekolah Minggu mensyukuri semua kejadian yang dialaminya
Penjelasan latar:
Gosip
tentang kelemahan Paulus yang disebarkan oleh guru-guru palsu di jemaat
Korintus menggoyangkan keabsahan kerasulan Paulus. Mereka berkata bahwa ia
terlalu lemah dan tidak pantas untuk menjadi rasul Kristus; “Surat-suratnya
memang tegas dan keras, tapi bila berhadapan muka sikapnya lemah dan
perkataannya tidak berarti” (10:10; 11:6). Mereka juga berkata bahwa alasan
Paulus tidak menerima uang dukungan dari jemaat Korintus adalah karena ia tidak
mengasihi jemaat tersebut (11:7-11; 12:13; 12:16-18).
Para
guru palsu di jemaat Korintus yang hendak “menjatuhkan” Paulus bukan hanya
pandai menyiarkan kelemahan-kelemahan Paulus, tetapi mereka juga “Pandai” mengiklankan
superioritas diri mereka, baik dalam intelektual maupun spiritual. Mereka
menganggap diri lebih pintar berkhotbah, mengajar, mempunyai pengetahuan yang
tinggi dan dalam akan kebenaran, kepemimpinan yang menonjol, dan juga
kelebihan-kelebihan spiritual dengan berbagai penglihatan dan wahyu dari Allah.
Maksud mereka jelas, yaitu agar jemaat Korintus percaya bahwa mereka lebih
layak dipercaya sebagai hamba Tuhan daripada Paulus, sang perintis gereja itu.
Bagaimanakah respons Paulus? Apakah ia membela diri dengan menunjukkan bahwa ia
tidak mempunyai kelemahan dan menunjukkan segudang prestasi yang telah
dicapainya? Sama sekali tidak! Ia tidak memamerkan deretan panjang dari pos-pos
PI dan gereja yang dibukanya; ia tidak menceritakan sedikit pun tentang berapa
banyak orang yang telah mendengar khotbahnya dan tidak menyebut satu pun orang
terkenal yang telah bertobat karena pelayanannya; ia tidak membuat klaim apa
pun tentang mujizat-mujizat yang terjadi dalam pelayanannya dan tidak berkata
apa pun tentang pelayanan yang dilakukan di dunia; ia juga tidak menuliskan
serangkaian gelar kesarjanaannya. Ia memang membela keabsahan kerasulannya dari
tuduhan-tuduhan yang tidak benar, tetapi ia tidak mengklaim bahwa ia bebas dari
kelemahan, dan yang mengejutkan, ia
berterus terang bahwa ia
adalah seorang yang lemah. Pada ayat 1, Paulus menulis kepada jemaat Korintus,
“Aku harus bermegah sekalipun hal itu tidak ada faedahnya.” Paulus mengerti
bahwa berbicara sombong itu tidak ada manfaatnya. Ia tidak mau melakukan hal
itu, tetapi dalam keadaan ini ia terpaksa melakukannya untuk membela
tuduhan-tuduhan dari guru-guru palsu atas keabsahan kerasulannya.
Penjelasan ayat
2 Kor. 12:1 Aku harus bermegah, sekalipun memang hal itu tidak ada faedahnya, namun
demikian aku hendak memberitakan penglihatan-penglihatan dan
penyataan-penyataan yang kuterima dari Tuhan.
Paulus
sebenarnya merasa “malu” (dalam artian sikap kerendahan hati) untuk
menceritakan pengalamannya yang paling indah dan suci dari segala pengalamannya
sebagai seorang Kristen. Kalaupun ia berkata tentang dirinya, maka itu
dilakukannya karena terpaksa. Mungkin rasul-rasul palsu itu telah bermegah atas
pengelihatan yang diterima mereka, yang sebenarnya pura-pura saja. Paulus
sedikit pun tidak bermaksud bersaing dengan mereka mengenai pengelihatan dan
penyataan yang diterimanya. Ia malah masih tetap ingin bermegah atas
kelemahannya. Jadi, maksudnya bukanlah untuk memegahkan dirinya, melainkan
memegahkan kasih karunia Tuhan kepadanya.
2 Kor. 12:2 Aku
tahu tentang seorang Kristen; empat belas tahun yang lampau -- entah di dalam
tubuh, aku tidak tahu, entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang
mengetahuinya -- orang itu tiba-tiba diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga.
Untuk
menunjukkan bahwa Paulus tidak bermaksud memegahkan dirinya dalam ayat ini, ia
seolah-olah berbicara tentang orang lain, padahal ia sedang berbicara tentang
dirinya sendiri. Ia berkata “”seorang Kristen”. Jika seseorang ada di dalam
Kristus, ia seorang Kristen. Paulus tidak tahu apakah ia berada di dalam tubuh,
atau diluar tubuh ketika peristiwa itu terjadi. Pengelihatan dan penyataan itu
terjadi empat belas tahun sebelum surat ini ditulis mungkin pada usianya 44
tahun. Tetapi Paulus tidak menyatakan dengan jelas kapan peristiwa itu
terjadi.Pernyataan itu terjadi bukan pada waktu ia berjalan menuju ke damsyik,
atau pada waktu ia berada di Negeri Arab, atau pada waktu dirajam di Listra
sebab peristiwa-peristiwa itu tidak cocok dengan waktunya. Mungkin penyataan
itu terjadi pada waktu ia berada di Antiokhia, tempat ia tinggal setahun
lamanya (Kisah 11:26) “Mereka tinggal bersama-sama dengan jemaat
itu satu tahun lamanya, sambil mengajar banyak orang. Di Antiokhialah
murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen.” . Tetapi tidak
ada seorang pun yang dapat memastikan tentang hal itu. Di mana dan bagaimana
penyataan itu terjadi, tidak dapat diketahui dengan pasti.
Yang dimaksud dalam ayat ini ialah
tentang diangkatnya Paulus ke sorga lalu diberi pengelihatan dan penyataan.
Paulus tidak tahu apakah jiwa dan tubuhnya yang diangkat kesurga atau tubuhnya
saja yang diangkat. Hanya ayat ini menyatakan keyakinan Paulus bahwa tubuh dan
jiwa orang di dalam Kristus dapat diangkat ke sorga. Keyakinan itu nyata dalam
pengajaran Paulus mengenai kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali dan
pengajaran itu dinyatakan kepadanya oleh Yesus Kristus sendiri. (1
Tesalonika 4:15-17): “Ini kami katakan kepadamu dengan firman Tuhan: kita yang
hidup, yang masih tinggal sampai kedatangan Tuhan, sekali-kali tidak akan
mendahului mereka yang telah meninggal. Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu
pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Allah berbunyi, maka Tuhan
sendiri akan turun dari sorga dan mereka yang mati dalam Kristus akan lebih
dahulu bangkit;sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat
bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. Demikianlah
kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan.
(Filipi 3:21) yang
akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang
mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya.
(I Kor. 15:51-52) Sesungguhnya aku menyatakan
kepadamu suatu rahasia: kita tidak akan mati semuanya, tetapi kita semuanya
akan diubah,dalam sekejap mata, pada waktu bunyi nafiri yang terakhir. Sebab
nafiri akan berbunyi dan orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang
tidak dapat binasa dan kita semua akan diubah. (Matius 24:40-42) Pada waktu
itu kalau ada dua orang di ladang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan
ditinggalkan;kalau ada dua orang perempuan sedang memutar batu kilangan, yang
seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan.Karena itu berjaga-jagalah,
sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang
Jadi dapat menarik kesimpulan dari
ayat ini bahwa Paulus diangkat ke sorga dan ia melihat kemuliaan yang akan
diterima oleh setiap orang yang di dalam Kristus. Dalam Matius 17, Petrus,
Yohanes, (Yakobus juga mendapat pengelihatan ketika Kristus dipermuliakan,
tetapi pada waktu itu mereka berada di atas gunung. Rupanya kemuliaan yang
telah dilihat oleh Paulus dan ketiga murid Yesus itu telah mendorong dan
menguatkan mereka untuk menderita bagi Kristus. Paulus berkata, “Penderitaan
jaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan
dinyatakan kepada kita” (Roma 8:18)
Para guru agama Yahudi mengatakan
bahwa sorga itu terdiri dari tujuh tingkat, tetapi Alkitab tidak mengatakan
apa-apa tentang hal itu. Nyatalah dari ayat 2 dan 4 bahwa Paulus menyamakan
“tingkat yang ke tiga dari sorga” dengan “Firdaus”. Orang-orang Yahudi pada
waktu itu mengerti bahwa “Firdaus” adalah surga (Lukas 23:43; Wahyu 2:7).
Istilah bahasa Yunani “ouranos” yang dipakai oleh Paulus dalam ayat ini
diterjemahkan menjadi “sorga” lebih dari 25 kali di dalam Perjanjian Baru dan
hanya kadang-kadang saja diterjemahkan menjadi “langit”. Karena itu menurut
John Calvin, istilah “tingkat yang ketiga dari sorga harus diganti dengan
“sorga yang ketiga”. Calvin menjelaskan kata “”tiga” dalam ayat ini menyatakan
“yang tertinggi dan sempurna”.
2 Kor.12:4 ia tiba-tiba diangkat ke Firdaus dan ia
mendengar kata-kata yang tak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan manusia
Perkataan
“Firdaus” berasal dari bahasa Persia, yang berarti “kebun”. Di dalam Perjanjian
Baru kata firdaus hanya terdapat 3 kali. Yaitu dalam empat pasal ini: Lukas
23:43; Wahyu 2:7; dan semua ayat ini mempunyai arti yang sama. Pencuri yang
disalibkan di sebelah Yesus Kristus masuk ke Firdaus bersama-sama dengan
Kristus pada saat itu juga. Paulus pun diangkat ke Firdaus, dan roh orang-orang
yang beriman kepada Kristus diangkat ke sana pada saat mereka meninggal dunia (1
Tes. 4:14). Para tokoh Kristen pada masa jemaat yang mula0mula yakin bahwa roh
orang-orang Kristen berhimpun dalam Firdaus dan disana mereka menunggu tubuh
kebangkitan dinyatakan pada hari kebangkitan (I Kor. 15:51-53; 1 Tes. 4:16-17).
Firdaus bukanlah “kamar tunggu”, melainkan tempat tinggal di dalam sorga yang
mulia di hadapan Anak Allah (Wahyu 7:9-17; 22:1), mereka yang sudah berada di
sana tidak dapat disentuh lagi oleh dosa mau diusir seperti yang terjadi di
Taman Eden. Di Firdaus mereka menantikan tubuh kebangkitan, dengan demikian pekerjaan
Allah di genapi didalam mereka. Sementara Paulus hidup di dunia, ia diberi
kesempatan masuk sorga untuk melihat kemuliaan sorga dan mendengar perkataan
yang tidak boleh diceritakannya kepada siapa pun. Pengelihatan dan penyataan
yang ajaib itu sangat mempengaruhi serta mendorong dia dalam usahanya
memberitakan Kristus yang tiada bandingnya itu di antara para pengikut Kristus
di berbagai tempat.
2 Kor. 12:5-6 Atas orang itu aku hendak bermegah, tetapi atas diriku sendiri aku
tidak akan bermegah, selain atas kelemahan-kelemahanku. Sebab sekiranya aku
hendak bermegah juga, aku bukan orang bodoh lagi, karena aku mengatakan
kebenaran. Tetapi aku menahan diriku, supaya jangan ada orang yang
menghitungkan kepadaku lebih dari pada yang mereka lihat padaku atau yang
mereka dengar dari padaku.
Paulus tidak bermaksud memegahkan
dirinya kecuali atas kelemahan-kelemahannya. Ia boleh bermegah karena
pengelihatan dan penyataan itu sebab hal itu semata-mata karunia dari Allah,
dan kemegahan itu pun benar. Tetapi, ia juga takut jangan-jangan orang mengira
bahwa ia menyombongkan dirinya lebih daripada yang seharusnya. Manusia
cenderung untuk memuja untuk memuja pahlawan, namun Paulus tidak menghendaki
hal itu, walaupun ia adalah pahlawan Kristen yang termasyur. Meskipun ada
gereja tertentu yang telah mengangkat para Rasul mereka sebagai pahlawan serta
memberi sebutan tertentu, namun para rasul itu sendiri tidak mau disebut
demikian. Mereka sadar, bahwa mereka hanyalah manusia biasa yang sifatnya sama
seperti kita (Yakobus 5:17). Tetapi roh
Kudus telah mengubah sifat orang-orang itu dan memenuhi serta menguasai mereka
untuk melakukan hal-hal yang ajaib, yang tidak dapat dilakukan dengan kuasa
mereka sendiri. Kuasa itu juga disediakan bagi kita pada masa sekarang jika
kita merindukan kuasa yang sama seperti Rasul Paulus.
2 Kor. 12:7-10 Dan
supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa
itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis
untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri. Tentang hal itu aku
sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari
padaku. Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu,
sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu
terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun
menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam
siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena
Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat
Di dalam ayat ini Paulus menyatakan
alasannya mengapa ia berkata tentang pengangkatannya ke sorga yang tertinggi,
yaitu untuk menerangkan tentang “duri di dalam dagingku”. Sebenarnya Paulus
merasa malu untuk menceritakannya, oleh karena itu ia lebih dahulu berkata-kata
tentang kemuliaannya yang terbesar. “Duri” didalam tubuh Paulus telah
menimbulkan perdebatan yang besar di antara para penafsir. Apa yang dimaksud
dengan “duri” Rasul Paulus itu, tidak ada seorang penafsir pun yang dapat menjawabnya
dengan pasti. Para penafsir telah mengemukakan banyak jawaban atas persoalan
ini, tetapi semua praduga itu tidak mempunyai bukti yang jelas. Banyak para
hamba Tuhan berdoa kepada Tuhan agar mereka dilepaskan dari “duri” di dalam
daging mereka”, yang diizinkan oleh Tuhan supaya orang itu merendahkan dirinya
dan menyambut kasih karunia Tuhan, lalu setia di dalam pekerjaan-Nya. Khususnya
para penginjil. Paulus berkata secara terus terang bahwa duri itu adalah Utusan Iblis yang memukulnya. Tetapi Paulus
tidak menyatakan bagaimana atau dengan apa ia dipukul oleh utusan Iblis itu.
Sama seperti ayub diserang oleh Iblis dengan seizin Tuhan dan kita juga tahu
bahwa akhirnya Ayub mendapat berkat-berkat Allah yang lebih besar. Allah
menghajar kita dengan bermacam-macam cara, dengan maksud “supaya kita beroleh
bagian dalam kekudusan-Nya (Ibrani 12:10).
Dengan tubuh yang sakit, Paulus
telah memberitakan Injil kepada orang-orang Galatia (Gal. 4:13-14)
“Kamu tahu, bahwa aku pertama kali
telah memberitakan Injil kepadamu oleh karena aku sakit pada tubuhku.
Sungguhpun demikian keadaan tubuhku itu, yang merupakan pencobaan bagi kamu,
namun kamu tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang hina dan yang menjijikkan,
tetapi kamu telah menyambut aku, sama seperti menyambut seorang malaikat Allah,
malahan sama seperti menyambut Kristus Yesus sendiri.”
Apakah duri itu berasal dari “utusan Iblis” sehingga Paulus berkata,
“Kamu telah putus asa juga akan hidup kami” (2 Kor. 1:8) juga pada waktu Paulus
hendak mengunjungi orang-orang tesalonika, dua kali Iblis mencegahnya (I Tes:
2:18) Sebab kami telah berniat untuk datang kepada kamu -- aku, Paulus,
malahan lebih dari sekali --, tetapi Iblis telah mencegah kami.
Tiga kali Paulus memohon kepada
Tuhan supaya Ia membuang duri dari dia, tetapi Tuhan menjawab, :cukuplah kasih
karunia-Ku bagimu.”. Tuhan Yesus juga tiga kali memohin kepada Bapa-Nya supaya
cawan itu undur dari Dia. Mungkin ini terminologi keluh kesah Paulus. “sebab
justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna” (ayat 9).
Hal yang dapat kita pelajari:
1.
Pengalaman Paulus dalam melayani
menyatakan betapa besarnya kuasa Allah yang dirasakan Paulus meskipun Paulus
mengalami banyak penderitaan. Paulus selalu mengucap syukur atas penyertaan
Tuhan yang besar ketika ia menyerahkan seluruh kehidupannya kepada Allah.
2.
Setiap penderitaan yang dialami
Paulus mendatangkan kebaikan didalam kehidupannya. Karena melalui penderitaan,
Allah ingin melatih kita untuk memiliki kedewasaan rohani. (Roma 8:28)
3.
Kesombongan adalah awal sebuah
kehancuran. Dalam hal ini Paulus mengucap syukur atas apa yang Tuhan berikan
kepada dirinya, sebab apapun yang Allah berikan baik berkat serta penderitaan
semuanya adalah kasih karunia. Apa yang perlu disombongkan manusia? Tanpa Allah
kita tidak mampu berbuat apa-apa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar