Pages

About

Jumat, 03 Agustus 2012

KELAS PERSIAPAN GURU SEKOLAH MINGGU GIA KOPO PERMAI KE 6


KELAS PERSIAPAN KAA Minggu ke-4 (JULI)
TEMA : “Bersyukur untuk semua yang ku alami”                               (2 Kor. 12:1-10)
Tujuan : Agar anak sekolah Minggu mensyukuri semua kejadian yang dialaminya

Penjelasan latar:
Gosip tentang kelemahan Paulus yang disebarkan oleh guru-guru palsu di jemaat Korintus menggoyangkan keabsahan kerasulan Paulus. Mereka berkata bahwa ia terlalu lemah dan tidak pantas untuk menjadi rasul Kristus; “Surat-suratnya memang tegas dan keras, tapi bila berhadapan muka sikapnya lemah dan perkataannya tidak berarti” (10:10; 11:6). Mereka juga berkata bahwa alasan Paulus tidak menerima uang dukungan dari jemaat Korintus adalah karena ia tidak mengasihi jemaat tersebut (11:7-11; 12:13; 12:16-18).
Para guru palsu di jemaat Korintus yang hendak “menjatuhkan” Paulus bukan hanya pandai menyiarkan kelemahan-kelemahan Paulus, tetapi mereka juga “Pandai” mengiklankan superioritas diri mereka, baik dalam intelektual maupun spiritual. Mereka menganggap diri lebih pintar berkhotbah, mengajar, mempunyai pengetahuan yang tinggi dan dalam akan kebenaran, kepemimpinan yang menonjol, dan juga kelebihan-kelebihan spiritual dengan berbagai penglihatan dan wahyu dari Allah. Maksud mereka jelas, yaitu agar jemaat Korintus percaya bahwa mereka lebih layak dipercaya sebagai hamba Tuhan daripada Paulus, sang perintis gereja itu. Bagaimanakah respons Paulus? Apakah ia membela diri dengan menunjukkan bahwa ia tidak mempunyai kelemahan dan menunjukkan segudang prestasi yang telah dicapainya? Sama sekali tidak! Ia tidak memamerkan deretan panjang dari pos-pos PI dan gereja yang dibukanya; ia tidak menceritakan sedikit pun tentang berapa banyak orang yang telah mendengar khotbahnya dan tidak menyebut satu pun orang terkenal yang telah bertobat karena pelayanannya; ia tidak membuat klaim apa pun tentang mujizat-mujizat yang terjadi dalam pelayanannya dan tidak berkata apa pun tentang pelayanan yang dilakukan di dunia; ia juga tidak menuliskan serangkaian gelar kesarjanaannya. Ia memang membela keabsahan kerasulannya dari tuduhan-tuduhan yang tidak benar, tetapi ia tidak mengklaim bahwa ia bebas dari kelemahan, dan yang mengejutkan, ia
berterus terang bahwa ia adalah seorang yang lemah. Pada ayat 1, Paulus menulis kepada jemaat Korintus, “Aku harus bermegah sekalipun hal itu tidak ada faedahnya.” Paulus mengerti bahwa berbicara sombong itu tidak ada manfaatnya. Ia tidak mau melakukan hal itu, tetapi dalam keadaan ini ia terpaksa melakukannya untuk membela tuduhan-tuduhan dari guru-guru palsu atas keabsahan kerasulannya.

Penjelasan ayat
2 Kor. 12:1 Aku harus bermegah, sekalipun memang hal itu tidak ada faedahnya, namun demikian aku hendak memberitakan penglihatan-penglihatan dan penyataan-penyataan yang kuterima dari Tuhan.
Paulus sebenarnya merasa “malu” (dalam artian sikap kerendahan hati) untuk menceritakan pengalamannya yang paling indah dan suci dari segala pengalamannya sebagai seorang Kristen. Kalaupun ia berkata tentang dirinya, maka itu dilakukannya karena terpaksa. Mungkin rasul-rasul palsu itu telah bermegah atas pengelihatan yang diterima mereka, yang sebenarnya pura-pura saja. Paulus sedikit pun tidak bermaksud bersaing dengan mereka mengenai pengelihatan dan penyataan yang diterimanya. Ia malah masih tetap ingin bermegah atas kelemahannya. Jadi, maksudnya bukanlah untuk memegahkan dirinya, melainkan memegahkan kasih karunia Tuhan kepadanya.
2 Kor. 12:2 Aku tahu tentang seorang Kristen; empat belas tahun yang lampau -- entah di dalam tubuh, aku tidak tahu, entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya -- orang itu tiba-tiba diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga.
Untuk menunjukkan bahwa Paulus tidak bermaksud memegahkan dirinya dalam ayat ini, ia seolah-olah berbicara tentang orang lain, padahal ia sedang berbicara tentang dirinya sendiri. Ia berkata “”seorang Kristen”. Jika seseorang ada di dalam Kristus, ia seorang Kristen. Paulus tidak tahu apakah ia berada di dalam tubuh, atau diluar tubuh ketika peristiwa itu terjadi. Pengelihatan dan penyataan itu terjadi empat belas tahun sebelum surat ini ditulis mungkin pada usianya 44 tahun. Tetapi Paulus tidak menyatakan dengan jelas kapan peristiwa itu terjadi.Pernyataan itu terjadi bukan pada waktu ia berjalan menuju ke damsyik, atau pada waktu ia berada di Negeri Arab, atau pada waktu dirajam di Listra sebab peristiwa-peristiwa itu tidak cocok dengan waktunya. Mungkin penyataan itu terjadi pada waktu ia berada di Antiokhia, tempat ia tinggal setahun lamanya (Kisah 11:26) “Mereka tinggal bersama-sama dengan jemaat itu satu tahun lamanya, sambil mengajar banyak orang. Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen.” . Tetapi tidak ada seorang pun yang dapat memastikan tentang hal itu. Di mana dan bagaimana penyataan itu terjadi, tidak dapat diketahui dengan pasti.
            Yang dimaksud dalam ayat ini ialah tentang diangkatnya Paulus ke sorga lalu diberi pengelihatan dan penyataan. Paulus tidak tahu apakah jiwa dan tubuhnya yang diangkat kesurga atau tubuhnya saja yang diangkat. Hanya ayat ini menyatakan keyakinan Paulus bahwa tubuh dan jiwa orang di dalam Kristus dapat diangkat ke sorga. Keyakinan itu nyata dalam pengajaran Paulus mengenai kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali dan pengajaran itu dinyatakan kepadanya oleh Yesus Kristus sendiri. (1 Tesalonika 4:15-17): “Ini kami katakan kepadamu dengan firman Tuhan: kita yang hidup, yang masih tinggal sampai kedatangan Tuhan, sekali-kali tidak akan mendahului mereka yang telah meninggal. Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Allah berbunyi, maka Tuhan sendiri akan turun dari sorga dan mereka yang mati dalam Kristus akan lebih dahulu bangkit;sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan.
(Filipi 3:21) yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya.
(I Kor. 15:51-52) Sesungguhnya aku menyatakan kepadamu suatu rahasia: kita tidak akan mati semuanya, tetapi kita semuanya akan diubah,dalam sekejap mata, pada waktu bunyi nafiri yang terakhir. Sebab nafiri akan berbunyi dan orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa dan kita semua akan diubah.    (Matius 24:40-42) Pada waktu itu kalau ada dua orang di ladang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan;kalau ada dua orang perempuan sedang memutar batu kilangan, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan.Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang
            Jadi dapat menarik kesimpulan dari ayat ini bahwa Paulus diangkat ke sorga dan ia melihat kemuliaan yang akan diterima oleh setiap orang yang di dalam Kristus. Dalam Matius 17, Petrus, Yohanes, (Yakobus juga mendapat pengelihatan ketika Kristus dipermuliakan, tetapi pada waktu itu mereka berada di atas gunung. Rupanya kemuliaan yang telah dilihat oleh Paulus dan ketiga murid Yesus itu telah mendorong dan menguatkan mereka untuk menderita bagi Kristus. Paulus berkata, “Penderitaan jaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita” (Roma 8:18)
            Para guru agama Yahudi mengatakan bahwa sorga itu terdiri dari tujuh tingkat, tetapi Alkitab tidak mengatakan apa-apa tentang hal itu. Nyatalah dari ayat 2 dan 4 bahwa Paulus menyamakan “tingkat yang ke tiga dari sorga” dengan “Firdaus”. Orang-orang Yahudi pada waktu itu mengerti bahwa “Firdaus” adalah surga (Lukas 23:43; Wahyu 2:7). Istilah bahasa Yunani “ouranos” yang dipakai oleh Paulus dalam ayat ini diterjemahkan menjadi “sorga” lebih dari 25 kali di dalam Perjanjian Baru dan hanya kadang-kadang saja diterjemahkan menjadi “langit”. Karena itu menurut John Calvin, istilah “tingkat yang ketiga dari sorga harus diganti dengan “sorga yang ketiga”. Calvin menjelaskan kata “”tiga” dalam ayat ini menyatakan “yang tertinggi dan sempurna”.

2 Kor.12:4  ia tiba-tiba diangkat ke Firdaus dan ia mendengar kata-kata yang tak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan manusia
Perkataan “Firdaus” berasal dari bahasa Persia, yang berarti “kebun”. Di dalam Perjanjian Baru kata firdaus hanya terdapat 3 kali. Yaitu dalam empat pasal ini: Lukas 23:43; Wahyu 2:7; dan semua ayat ini mempunyai arti yang sama. Pencuri yang disalibkan di sebelah Yesus Kristus masuk ke Firdaus bersama-sama dengan Kristus pada saat itu juga. Paulus pun diangkat ke Firdaus, dan roh orang-orang yang beriman kepada Kristus diangkat ke sana pada saat mereka meninggal dunia (1 Tes. 4:14). Para tokoh Kristen pada masa jemaat yang mula0mula yakin bahwa roh orang-orang Kristen berhimpun dalam Firdaus dan disana mereka menunggu tubuh kebangkitan dinyatakan pada hari kebangkitan (I Kor. 15:51-53; 1 Tes. 4:16-17). Firdaus bukanlah “kamar tunggu”, melainkan tempat tinggal di dalam sorga yang mulia di hadapan Anak Allah (Wahyu 7:9-17; 22:1), mereka yang sudah berada di sana tidak dapat disentuh lagi oleh dosa mau diusir seperti yang terjadi di Taman Eden. Di Firdaus mereka menantikan tubuh kebangkitan, dengan demikian pekerjaan Allah di genapi didalam mereka. Sementara Paulus hidup di dunia, ia diberi kesempatan masuk sorga untuk melihat kemuliaan sorga dan mendengar perkataan yang tidak boleh diceritakannya kepada siapa pun. Pengelihatan dan penyataan yang ajaib itu sangat mempengaruhi serta mendorong dia dalam usahanya memberitakan Kristus yang tiada bandingnya itu di antara para pengikut Kristus di berbagai tempat.

2 Kor. 12:5-6 Atas orang itu aku hendak bermegah, tetapi atas diriku sendiri aku tidak akan bermegah, selain atas kelemahan-kelemahanku. Sebab sekiranya aku hendak bermegah juga, aku bukan orang bodoh lagi, karena aku mengatakan kebenaran. Tetapi aku menahan diriku, supaya jangan ada orang yang menghitungkan kepadaku lebih dari pada yang mereka lihat padaku atau yang mereka dengar dari padaku.
Paulus tidak bermaksud memegahkan dirinya kecuali atas kelemahan-kelemahannya. Ia boleh bermegah karena pengelihatan dan penyataan itu sebab hal itu semata-mata karunia dari Allah, dan kemegahan itu pun benar. Tetapi, ia juga takut jangan-jangan orang mengira bahwa ia menyombongkan dirinya lebih daripada yang seharusnya. Manusia cenderung untuk memuja untuk memuja pahlawan, namun Paulus tidak menghendaki hal itu, walaupun ia adalah pahlawan Kristen yang termasyur. Meskipun ada gereja tertentu yang telah mengangkat para Rasul mereka sebagai pahlawan serta memberi sebutan tertentu, namun para rasul itu sendiri tidak mau disebut demikian. Mereka sadar, bahwa mereka hanyalah manusia biasa yang sifatnya sama seperti kita (Yakobus 5:17).  Tetapi roh Kudus telah mengubah sifat orang-orang itu dan memenuhi serta menguasai mereka untuk melakukan hal-hal yang ajaib, yang tidak dapat dilakukan dengan kuasa mereka sendiri. Kuasa itu juga disediakan bagi kita pada masa sekarang jika kita merindukan kuasa yang sama seperti Rasul Paulus.

2 Kor. 12:7-10 Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri. Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku. Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat
Di dalam ayat ini Paulus menyatakan alasannya mengapa ia berkata tentang pengangkatannya ke sorga yang tertinggi, yaitu untuk menerangkan tentang “duri di dalam dagingku”. Sebenarnya Paulus merasa malu untuk menceritakannya, oleh karena itu ia lebih dahulu berkata-kata tentang kemuliaannya yang terbesar. “Duri” didalam tubuh Paulus telah menimbulkan perdebatan yang besar di antara para penafsir. Apa yang dimaksud dengan “duri” Rasul Paulus itu, tidak ada seorang penafsir pun yang dapat menjawabnya dengan pasti. Para penafsir telah mengemukakan banyak jawaban atas persoalan ini, tetapi semua praduga itu tidak mempunyai bukti yang jelas. Banyak para hamba Tuhan berdoa kepada Tuhan agar mereka dilepaskan dari “duri” di dalam daging mereka”, yang diizinkan oleh Tuhan supaya orang itu merendahkan dirinya dan menyambut kasih karunia Tuhan, lalu setia di dalam pekerjaan-Nya. Khususnya para penginjil. Paulus berkata secara terus terang bahwa duri itu adalah Utusan Iblis yang memukulnya. Tetapi Paulus tidak menyatakan bagaimana atau dengan apa ia dipukul oleh utusan Iblis itu. Sama seperti ayub diserang oleh Iblis dengan seizin Tuhan dan kita juga tahu bahwa akhirnya Ayub mendapat berkat-berkat Allah yang lebih besar. Allah menghajar kita dengan bermacam-macam cara, dengan maksud “supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya (Ibrani 12:10).
Dengan tubuh yang sakit, Paulus telah memberitakan Injil kepada orang-orang Galatia (Gal. 4:13-14)
“Kamu tahu, bahwa aku pertama kali telah memberitakan Injil kepadamu oleh karena aku sakit pada tubuhku. Sungguhpun demikian keadaan tubuhku itu, yang merupakan pencobaan bagi kamu, namun kamu tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang hina dan yang menjijikkan, tetapi kamu telah menyambut aku, sama seperti menyambut seorang malaikat Allah, malahan sama seperti menyambut Kristus Yesus sendiri.”  Apakah duri itu berasal dari “utusan Iblis” sehingga Paulus berkata, “Kamu telah putus asa juga akan hidup kami” (2 Kor. 1:8) juga pada waktu Paulus hendak mengunjungi orang-orang tesalonika, dua kali Iblis mencegahnya (I Tes: 2:18) Sebab kami telah berniat untuk datang kepada kamu -- aku, Paulus, malahan lebih dari sekali --, tetapi Iblis telah mencegah kami.
Tiga kali Paulus memohon kepada Tuhan supaya Ia membuang duri dari dia, tetapi Tuhan menjawab, :cukuplah kasih karunia-Ku bagimu.”. Tuhan Yesus juga tiga kali memohin kepada Bapa-Nya supaya cawan itu undur dari Dia. Mungkin ini terminologi keluh kesah Paulus. “sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna” (ayat 9).

Hal yang dapat kita pelajari:
1.      Pengalaman Paulus dalam melayani menyatakan betapa besarnya kuasa Allah yang dirasakan Paulus meskipun Paulus mengalami banyak penderitaan. Paulus selalu mengucap syukur atas penyertaan Tuhan yang besar ketika ia menyerahkan seluruh kehidupannya kepada Allah.
2.      Setiap penderitaan yang dialami Paulus mendatangkan kebaikan didalam kehidupannya. Karena melalui penderitaan, Allah ingin melatih kita untuk memiliki kedewasaan rohani. (Roma 8:28)
3.      Kesombongan adalah awal sebuah kehancuran. Dalam hal ini Paulus mengucap syukur atas apa yang Tuhan berikan kepada dirinya, sebab apapun yang Allah berikan baik berkat serta penderitaan semuanya adalah kasih karunia. Apa yang perlu disombongkan manusia? Tanpa Allah kita tidak mampu berbuat apa-apa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar