Para guru sekolah minggu adalah
pekerja-pekerja istimewa di Kerajaan Allah. Saudara-saudara kita yang melayani
sebagai guru sekolah minggu yang setia ini berhak mendapat ucapan terima kasih,
dukungan dan dorongan kita atas usaha-usaha mereka. Penghargaan yang istimewa
seharusnya juga diberikan kepada orang-orang kudus di masa lalu yang telah
mengajar dan melatih guru-guru kita di masa sekarang ini. Usaha-usaha mereka
beberapa tahun dan dekade yang lalu kini menghasilkan buah melalui para guru
sekolah minggu di abad 21 ini.
Kata Yunani
"didaskolos" (guru) digunakan sendiri oleh Yesus. Nikodemus mengakui
bahwa Yesus adalah "guru yang diutus Allah" (Yohanes 3:2). Para guru
sekolah minggu dari berbagai usia harus dengan serius mempelajari pesan
pengajaran, metode, dan perilaku Yesus. Karena Yesus selalu ada dalam setiap
aspek kehidupan, maka Yesus menjadi teladan yang harus diikuti dalam mengajar.
Tuhan ingin seluruh
anak-anak-Nya menjadi guru dalam artian semua orang Kristen seharusnya berusaha
mengajarkan Injil kepada orang lain ("seharusnya menjadi pengajar,"
Ibrani 5:12). Di sisi lain, Efesus 4:11 menunjukkan bahwa pada abad pertama,
gereja merupakan suatu kelompok istimewa dari orang-orang suci yang disebut
sebagai "para guru": "Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul
maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan
pengajar-pengajar."
Konteks dari Efesus 4 ini, sama
seperti referensi Perjanjian Baru lainnya, (Kisah Para Rasul 13:1-3; 1 Korintus
12:28-30), menunjukkan bahwa pada masa gereja mula-mula, setidaknya ada
beberapa guru yang memiliki karunia atau kekuatan yang luar biasa. Meskipun Roh
Kudus pada masa sekarang ini tidak lagi memberi kekuatan yang luar biasa itu,
masih tetap diperlukan guru yang mengabarkan Injil. Saat kita berkumpul di
kelas umum untuk mempelajari Alkitab, diperlukan seseorang yang bertanggung
jawab untuk mengajar dan menuntun kelas ini. Di sinilah guru memegang peran
yang sangat penting.
Saya ingin menggunakan hal ini
untuk mendesak, mengingatkan, dan menuntut seluruh guru sekolah minggu untuk
menjadi yang terbaik, menjadi guru yang paling efektif semaksimal mungkin.
Dengan menjadi guru yang lebih baik yang pada gilirannya nanti menghasilkan
pelayan Kristus yang lebih baik, pada akhirnya akan menghasilkan pelayan Tuhan
yang lebih kuat, dan lebih banyak orang yang menuju jalan ke surga. Itulah
intinya!
Para guru perlu mengingat apa
yang harus mereka lakukan di dalam kelas -- mengajar! Itulah fungsi dari
seorang "guru" -- mengajar. Kedengarannya sangat sederhana, tetapi
sayangnya di beberapa tempat sangat sedikit pengajaran yang diberikan di
"sekolah minggu".
Guru-guru sekolah minggu juga
tidak boleh lupa pada subjek yang mereka ajarkan -- Alkitab! Guru sekolah
minggu telah diberi kepercayaan atas tanggung jawab yang besar. Mereka
diharapkan dapat memimpin sekelompok orang, baik itu tua atau muda, dalam
mempelajari apa yang Tuhan katakan kepada kita dalam firman-Nya. Dalam beberapa
hal, buku latihan, papan peraga, dan peralatan mengajar lainnya sangatlah diperlukan.
Alat-alat ini dapat digunakan selama pesan yang disampaikan tetap sesuai dengan
firman Tuhan, tetapi buku pegangan kita dalam belajar harus selalu Alkitab.
Oleh sebab itu, mereka yang melayani sebagai guru harus menjadi orang yang
dengan setia mengikuti perintah dalam Titus 2:1: "Beritakanlah apa yang
sesuai dengan ajaran yang sehat."
Para guru perlu menjadi teladan
yang taat, melayani sebagai contoh yang ditiru oleh murid-murid mereka. Semua
orang Kristen diharapkan supaya "tiada beraib dan tiada bernoda" dan
biarlah terang mereka "bersinar" (Filipi 2:15; Matius 5:16). Ini
khusus berlaku bagi mereka yang melayani sebagai guru sekolah minggu. Banyak
guru yang telah kehilangan pengaruhnya atas murid-muridnya karena "mereka
mengajarkan tetapi tidak melakukan" (Matius 23:3), sama seperti
orang-orang pada masa Yesus. Pertanyaan Roh Kudus ini menuntut pertimbangan
yang serius dari seluruh guru sekolah minggu: "Bagaimanakah engkau yang
mengajar orang lain, tidakkah engkau mengajar dirimu sendiri?" (Roma 2:21).
Sederhananya, para guru harus mendukung pesan yang disampaikan dengan gaya
hidup yang benar, hidup apa adanya, sepantasnya, dan taat (Titus 2:12).
Jelas bahwa semua guru harus
hadir dalam setiap pelayanan gereja, termasuk mereka, para guru sekolah minggu.
Seorang guru yang dengan sengaja tidak menghadiri kelas atau pelayanan lain
berarti tidak memberikan pesan yang tepat kepada murid-murid mereka. Apa yang
murid-murid itu pikirkan saat mereka mengamati tingkah laku gurunya?
Saya pernah mendengar salah satu
saudara seiman yang secara rutin mengajar sekolah minggu. Jemaat di mana dia
menjadi anggotanya mengadakan pertemuan penginjilan yang berlangsung selama
beberapa hari. Dia tidak menghadiri satu malam pun pertemuan itu (dia dengan
sengaja mengabaikan pertemuan itu). Di hari Minggu pagi setelah pertemuan
penginjilan itu, dia bertemu dengan seorang pengurus gereja di depan pintu
kelas di mana dia mengajar sekolah minggu. Pengurus gereja itu mengatakan
kepadanya bahwa gembala gereja telah memutuskan bahwa dia tidak boleh lagi
mengajar sekolah minggu. Dia memprotes hal ini dan mengatakan bahwa kelas itu
adalah kelasnya dan dia harus mengajarnya. Pengurus gereja itu menjelaskan
bahwa dia telah mengajar murid-murid sekolah minggu itu sepanjang minggu itu
dengan tidak hadir pada pertemuan penginjilan, dan pengajaran seperti itu
bukanlah pengajaran yang diperlukan. Benar sekali apa yang dikatakan pengurus
gereja itu! Ya, tindakan sau dara seiman itu mengatakan banyak hal.
Pertimbangkan beberapa saran bagi para guru sekolah minggu.
1.
Antusiaslah saat berada di dalam kelas. Sikap ini membantu
menciptakan suasana di mana ada keinginan yang kuat untuk belajar sebagai
murid. Bila seorang guru terlalu banyak bergerak, membosankan, atau terus
menguap karena kurang tidur, maka dia tidak bisa berharap bahwa murid-murid
yang diajarnya akan sangat tertarik untuk mendengarkan apa yang dia katakan.
2.
Doronglah supaya muncul pertanyaan. Saat murid-murid bertanya,
jawablah dengan sopan dan sabar. Selalu gunakan Alkitab untuk menjawabnya:
"menyelidiki Alkitab" (Yohanes 5:39). Saat Anda tidak tahu jawabnya,
akuilah itu, kemudian katakan kepada murid-murid Anda bahwa Anda akan mencoba
memberi jawabannya sebelum minggu berikutnya.
3.
Tantanglah murid-murid Anda. Dalam beberapa kasus, mereka dapat
melakukan lebih banyak dari yang dapat kita berikan kepada mereka. Berilah
mereka tugas-tugas. Tugas-tugas itu tidak akan membunuh mereka. Mereka mungkin
meresponsnya dengan mengatakan bahwa mereka sangat sibuk dengan kegiatan
sekolah atau pekerjaan, dan mungkin saja alasan itu benar. Tetapi sekolah dan
pekerjaan merupakan hal kedua setelah mempelajari firman Tuhan.
4.
Berdoalah bagi murid-murid Anda. Doakan pengertian dan pertumbuhan
rohani mereka melalui apa yang Anda lakukan. Biarkan mereka tahu bahwa Anda
berdoa bagi mereka dan benar-benar peduli pada mereka.
5.
Tepat waktulah hadir di kelas. Bila pada kenyataannya, Anda dan
murid-murid Anda langsung ke kelas tanpa terlebih dahulu diadakan pertemuan di
aula atau tempat lain, maka hadirlah di kelas beberapa menit sebelum kelas
dimulai dan beradalah di kelas menunggu jiwa-jiwa yang sangat berharga yang
akan Anda ajar ini. Sapalah setiap murid dengan sapaan yang hangat. Mungkin ada
keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan guru datang terlambat. Kejadian ini memang
tidak dapat dihindari. Tetapi para guru yang punya kebiasaan terlambat hadir di
kelas memberikan pesan yang sangat kuat (pesan yang sangat tidak diinginkan!)
bagi murid-murid mereka.
Bila seorang guru terlambat 5
menit sebanyak lima puluh kali dalam setahun, maka dalam 1 tahun dia sudah
mencuri waktu dari murid-muridnya untuk mempelajari Alkitab selama 250 menit (4
jam 10 menit). Tentu saja dalam 10 tahun akan melewatkan 2500 menit (lebih dari
40 jam) dan kehilangan selamanya! Anak-anak kita dan anak-anak lain yang kita
ajar patut mendapatkan perlakuan yang lebih baik dari hal ini! Para guru yang
bisa tepat waktu mengajak murid-muridnya bermain bola atau kegiatan sekolah
lainnya, tetapi tidak bisa mengajak mereka dan diri mereka sendiri untuk tepat
waktu hadir dalam sekolah minggu, perlu memerhatikan dengan serius contoh yang
mereka berikan (2 Korintus 13:5).
6.
Siapkan baik-baik setiap kelas. Jangan biarkan ada yang mengganggu
pelajaran dan persiapan Anda. Anak yang masih kecil sekalipun dapat
"menusuk" guru yang tidak siap. Bila sekolah minggu merupakan
pengajaran yang berharga, maka sangat penting untuk memberikan usaha yang
terbaik (Kolose 3:23), dan itu berarti harus mempersiapkan diri sebelum
mengajar di kelas.
7.
Selalu ingat tujuan dari pelayanan Anda sebagai guru. Mengajar
tidak berarti akan terbebas dari masalah. Mengajar bisa membuat frustrasi,
bahkan kadang-kadang membuat putus asa. Saat kita merasa bahwa kita hanya
melihat kemajuan yang sedikit pada murid-murid, kita perlu ingat bahwa Roma
tidak dibangun dalam semalam saja, demikian juga dengan seorang anak yang
belajar kehendak Tuhan dan bagaimana berjalan dengan iman dalam jangka waktu
yang singkat. Teruslah bekerja dengan giat.
Apa yang menjadi tujuan utama
sekolah minggu kita? Apakah hanya memberikan pengetahuan? Memang penting bahwa
murid-murid harus meningkatkan pengetahuannya, tetapi itu bukanlah tujuan
akhir. Apakah menunjukkan contoh yang baik secara terus-menerus merupakan
tujuan nomor satu dari seorang guru? Dalam artikel ini, kita telah menekankan
pentingnya guru dalam memberikan contoh yang baik, tetapi menjadi contoh yang
baik itu bukanlah tujuan utamanya. Dalam sekolah minggu kita, apakah kita
mencoba untuk menolong murid-murid kita dengan lebih baik lagi? Benar, tetapi
tetap saja, melakukan yang lebih baik bukanlah tujuan akhir.
Setiap guru harus tidak pernah
lupa bahwa tujuan utama dari sekolah minggu adalah untuk membantu orang-orang
belajar kehendak Tuhan sehingga melaluinya, mereka bisa tahu bagaimana
melakukan kehendak Tuhan, diselamatkan, dan ke surga. Benar, dalam sekolah
minggu, kita berusaha keras untuk membantu orang-orang menyiapkan diri ke
surga. Jangan pernah pandangan itu hilang dari diri kita.
Bagi semua guru sekolah minggu
yang terus meluangkan banyak waktu dan usaha, dan yang benar-benar menunjukkan
dalam hidupnya bahwa Kristus hidup dalam diri mereka (Galatia 2:20), kami
berikan penghormatan atas tugas yang sudah mereka kerjakan dengan baik.
Kadang-kadang, Anda merasa tidak dihargai, tetapi ingatlah bahwa "Allah bukan
tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu"
Jawaban yang biasa kita
dengar dari para guru adalah sebagai berikut.
- "Tugas
saya memimpin acara kebaktian sekolah minggu", jawaban ini muncul
karena selama waktu acara sekolah minggu (1 -- 1,5 jam) itu, guru
mendominasi 90% waktu dengan terus berbicara untuk memimpin seluruh acara
sekolah minggu. Sementara itu, anak lebih banyak pasif mendengar guru, dan
anak juga diperintah ini dan itu. (Misalnya: "Ayo berdoa, mari memuji
Tuhan, tepuk tangan! Atau semua harus diam!"). Bahkan, anak dipaksa
diam sepanjang acara, dengan slogan: "Anak yang diam itu, anak
sekolah minggu yang baik!" Apa benar tindakan guru semacam ini?
Apakah ia tidak menjadikan anak hanya sebagai objek perintahnya: harus ini
dan itu?
- "Tugas
saya memimpin pujian", jawaban ini muncul karena memang guru yang
menyuruh anak menyanyi, dan sering memaksa anaknya bernyanyi dengan suara
keras. Anak begitu pasif, hanya menjadi objek yang diperintah untuk
bernyanyi, untuk bergaya, untuk bertepuk tangan, dan kadang malah
ditertawakan jika mereka melakukan gerakan lucu!
- "Tugas
saya memimpin cerita", jawaban ini muncul karena memang guru mengisi
waktu cerita 20-30 menit itu dengan ia berbicara sendiri, sementara anak
dipaksa diam (sebagai pendengar setia), sedang guru sebagai
"dosen" yang harus didengarkan apa pun isi pembicaraannya.
- "Tugas
saya memimpin doa", jawaban ini muncul karena memang guru yang
berdoa, anak cuma objek pendengar doa guru, anak ikut menutup mata dan
membuka mata, itu pun harus diperintah oleh guru. Apakah anak itu sendiri
sebagai subjek yang berdoa? Bukan! Tetapi justru gurunyalah yang berdoa.
- "Tugas
saya membuat alat peraga", "Tugas saya mengadakan kegiatan
aktivitas anak, baik mewarnai, hasta karya, dan lainnya", "Tugas
saya mengajak anak ke sekolah minggu", "tugas saya mengadakan
acara Natal sekolah minggu dan acara-acara anak yang lain",
"Tugas saya mengikuti persiapan guru", dan jawaban lain yang
senada dengan jawaban-jawaban itu. Semua itu sering kali membuat anak
hanya menjadi objek yang pasif, sedang guru menjadi subjek yang aktif!
Coba kita analisa
jawaban-jawaban tersebut secara cermat! Hasilnya dapat disimpulkan adanya model
hubungan guru-anak sebagai berikut:
Guru ---> - memimpin
(sesuatu kegiatan) ---> Anak SM
- mengajak (melakukan sesuatu hal)
- mengadakan (sesuatu kegiatan)
- menyiapkan (sesuatu hal)
Dengan kata lain, model hubungan guru-anak
menjadi hubungan
antara:
Subjek ---> (guru mendominasi 90%
waktu/kegiatan) ---> Objek
superior
inferior
aktif
pasif
Perhatikan arus komunikasi
di atas hanya searah: dari guru sebagai subjek kepada anak sebagai objek yang
pasif, sehingga sekolah minggu adalah "acara dari guru dan oleh guru (dan
akhirnya sering menjadi acara "untuk" guru juga)". Akibatnya,
guru menjadi semakin pandai dalam segala hal (guru semakin pandai berdoa,
bernyanyi, tetapi ia cepat kelelahan dan cepat jenuh), sedang anak sebagai
murid hanya menjadi objek saja, dengan kemajuan yang kurang berarti! Padahal
yang seharusnya menjadi subjek sekolah minggu adalah anak, bukankah seharusnya
anak yang dididik, sehingga semakin pandai dalam segala hal, semakin pandai
dalam hal berdoa, memuji Tuhan, memahami firman Tuhan, dan sebagainya? Lalu
bagaimana solusinya? sekolah minggu perlu memiliki pola pendidikan yang
terencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar