Pages

About

Kamis, 17 Mei 2012

Peran Guru Sekolah Minggu


Para guru sekolah minggu adalah pekerja-pekerja istimewa di Kerajaan Allah. Saudara-saudara kita yang melayani sebagai guru sekolah minggu yang setia ini berhak mendapat ucapan terima kasih, dukungan dan dorongan kita atas usaha-usaha mereka. Penghargaan yang istimewa seharusnya juga diberikan kepada orang-orang kudus di masa lalu yang telah mengajar dan melatih guru-guru kita di masa sekarang ini. Usaha-usaha mereka beberapa tahun dan dekade yang lalu kini menghasilkan buah melalui para guru sekolah minggu di abad 21 ini.
Kata Yunani "didaskolos" (guru) digunakan sendiri oleh Yesus. Nikodemus mengakui bahwa Yesus adalah "guru yang diutus Allah" (Yohanes 3:2). Para guru sekolah minggu dari berbagai usia harus dengan serius mempelajari pesan pengajaran, metode, dan perilaku Yesus. Karena Yesus selalu ada dalam setiap aspek kehidupan, maka Yesus menjadi teladan yang harus diikuti dalam mengajar.
Tuhan ingin seluruh anak-anak-Nya menjadi guru dalam artian semua orang Kristen seharusnya berusaha mengajarkan Injil kepada orang lain ("seharusnya menjadi pengajar," Ibrani 5:12). Di sisi lain, Efesus 4:11 menunjukkan bahwa pada abad pertama, gereja merupakan suatu kelompok istimewa dari orang-orang suci yang disebut sebagai "para guru": "Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar."
Konteks dari Efesus 4 ini, sama seperti referensi Perjanjian Baru lainnya, (Kisah Para Rasul 13:1-3; 1 Korintus 12:28-30), menunjukkan bahwa pada masa gereja mula-mula, setidaknya ada beberapa guru yang memiliki karunia atau kekuatan yang luar biasa. Meskipun Roh Kudus pada masa sekarang ini tidak lagi memberi kekuatan yang luar biasa itu, masih tetap diperlukan guru yang mengabarkan Injil. Saat kita berkumpul di kelas umum untuk mempelajari Alkitab, diperlukan seseorang yang bertanggung jawab untuk mengajar dan menuntun kelas ini. Di sinilah guru memegang peran yang sangat penting.
Saya ingin menggunakan hal ini untuk mendesak, mengingatkan, dan menuntut seluruh guru sekolah minggu untuk menjadi yang terbaik, menjadi guru yang paling efektif semaksimal mungkin. Dengan menjadi guru yang lebih baik yang pada gilirannya nanti menghasilkan pelayan Kristus yang lebih baik, pada akhirnya akan menghasilkan pelayan Tuhan yang lebih kuat, dan lebih banyak orang yang menuju jalan ke surga. Itulah intinya!
Para guru perlu mengingat apa yang harus mereka lakukan di dalam kelas -- mengajar! Itulah fungsi dari seorang "guru" -- mengajar. Kedengarannya sangat sederhana, tetapi sayangnya di beberapa tempat sangat sedikit pengajaran yang diberikan di "sekolah minggu".
Guru-guru sekolah minggu juga tidak boleh lupa pada subjek yang mereka ajarkan -- Alkitab! Guru sekolah minggu telah diberi kepercayaan atas tanggung jawab yang besar. Mereka diharapkan dapat memimpin sekelompok orang, baik itu tua atau muda, dalam mempelajari apa yang Tuhan katakan kepada kita dalam firman-Nya. Dalam beberapa hal, buku latihan, papan peraga, dan peralatan mengajar lainnya sangatlah diperlukan. Alat-alat ini dapat digunakan selama pesan yang disampaikan tetap sesuai dengan firman Tuhan, tetapi buku pegangan kita dalam belajar harus selalu Alkitab. Oleh sebab itu, mereka yang melayani sebagai guru harus menjadi orang yang dengan setia mengikuti perintah dalam Titus 2:1: "Beritakanlah apa yang sesuai dengan ajaran yang sehat."
Para guru perlu menjadi teladan yang taat, melayani sebagai contoh yang ditiru oleh murid-murid mereka. Semua orang Kristen diharapkan supaya "tiada beraib dan tiada bernoda" dan biarlah terang mereka "bersinar" (Filipi 2:15; Matius 5:16). Ini khusus berlaku bagi mereka yang melayani sebagai guru sekolah minggu. Banyak guru yang telah kehilangan pengaruhnya atas murid-muridnya karena "mereka mengajarkan tetapi tidak melakukan" (Matius 23:3), sama seperti orang-orang pada masa Yesus. Pertanyaan Roh Kudus ini menuntut pertimbangan yang serius dari seluruh guru sekolah minggu: "Bagaimanakah engkau yang mengajar orang lain, tidakkah engkau mengajar dirimu sendiri?" (Roma 2:21). Sederhananya, para guru harus mendukung pesan yang disampaikan dengan gaya hidup yang benar, hidup apa adanya, sepantasnya, dan taat (Titus 2:12).
Jelas bahwa semua guru harus hadir dalam setiap pelayanan gereja, termasuk mereka, para guru sekolah minggu. Seorang guru yang dengan sengaja tidak menghadiri kelas atau pelayanan lain berarti tidak memberikan pesan yang tepat kepada murid-murid mereka. Apa yang murid-murid itu pikirkan saat mereka mengamati tingkah laku gurunya?
Saya pernah mendengar salah satu saudara seiman yang secara rutin mengajar sekolah minggu. Jemaat di mana dia menjadi anggotanya mengadakan pertemuan penginjilan yang berlangsung selama beberapa hari. Dia tidak menghadiri satu malam pun pertemuan itu (dia dengan sengaja mengabaikan pertemuan itu). Di hari Minggu pagi setelah pertemuan penginjilan itu, dia bertemu dengan seorang pengurus gereja di depan pintu kelas di mana dia mengajar sekolah minggu. Pengurus gereja itu mengatakan kepadanya bahwa gembala gereja telah memutuskan bahwa dia tidak boleh lagi mengajar sekolah minggu. Dia memprotes hal ini dan mengatakan bahwa kelas itu adalah kelasnya dan dia harus mengajarnya. Pengurus gereja itu menjelaskan bahwa dia telah mengajar murid-murid sekolah minggu itu sepanjang minggu itu dengan tidak hadir pada pertemuan penginjilan, dan pengajaran seperti itu bukanlah pengajaran yang diperlukan. Benar sekali apa yang dikatakan pengurus gereja itu! Ya, tindakan sau dara seiman itu mengatakan banyak hal. Pertimbangkan beberapa saran bagi para guru sekolah minggu.
1.    Antusiaslah saat berada di dalam kelas. Sikap ini membantu menciptakan suasana di mana ada keinginan yang kuat untuk belajar sebagai murid. Bila seorang guru terlalu banyak bergerak, membosankan, atau terus menguap karena kurang tidur, maka dia tidak bisa berharap bahwa murid-murid yang diajarnya akan sangat tertarik untuk mendengarkan apa yang dia katakan.
2.    Doronglah supaya muncul pertanyaan. Saat murid-murid bertanya, jawablah dengan sopan dan sabar. Selalu gunakan Alkitab untuk menjawabnya: "menyelidiki Alkitab" (Yohanes 5:39). Saat Anda tidak tahu jawabnya, akuilah itu, kemudian katakan kepada murid-murid Anda bahwa Anda akan mencoba memberi jawabannya sebelum minggu berikutnya.
3.    Tantanglah murid-murid Anda. Dalam beberapa kasus, mereka dapat melakukan lebih banyak dari yang dapat kita berikan kepada mereka. Berilah mereka tugas-tugas. Tugas-tugas itu tidak akan membunuh mereka. Mereka mungkin meresponsnya dengan mengatakan bahwa mereka sangat sibuk dengan kegiatan sekolah atau pekerjaan, dan mungkin saja alasan itu benar. Tetapi sekolah dan pekerjaan merupakan hal kedua setelah mempelajari firman Tuhan.
4.    Berdoalah bagi murid-murid Anda. Doakan pengertian dan pertumbuhan rohani mereka melalui apa yang Anda lakukan. Biarkan mereka tahu bahwa Anda berdoa bagi mereka dan benar-benar peduli pada mereka.
5.    Tepat waktulah hadir di kelas. Bila pada kenyataannya, Anda dan murid-murid Anda langsung ke kelas tanpa terlebih dahulu diadakan pertemuan di aula atau tempat lain, maka hadirlah di kelas beberapa menit sebelum kelas dimulai dan beradalah di kelas menunggu jiwa-jiwa yang sangat berharga yang akan Anda ajar ini. Sapalah setiap murid dengan sapaan yang hangat. Mungkin ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan guru datang terlambat. Kejadian ini memang tidak dapat dihindari. Tetapi para guru yang punya kebiasaan terlambat hadir di kelas memberikan pesan yang sangat kuat (pesan yang sangat tidak diinginkan!) bagi murid-murid mereka.
Bila seorang guru terlambat 5 menit sebanyak lima puluh kali dalam setahun, maka dalam 1 tahun dia sudah mencuri waktu dari murid-muridnya untuk mempelajari Alkitab selama 250 menit (4 jam 10 menit). Tentu saja dalam 10 tahun akan melewatkan 2500 menit (lebih dari 40 jam) dan kehilangan selamanya! Anak-anak kita dan anak-anak lain yang kita ajar patut mendapatkan perlakuan yang lebih baik dari hal ini! Para guru yang bisa tepat waktu mengajak murid-muridnya bermain bola atau kegiatan sekolah lainnya, tetapi tidak bisa mengajak mereka dan diri mereka sendiri untuk tepat waktu hadir dalam sekolah minggu, perlu memerhatikan dengan serius contoh yang mereka berikan (2 Korintus 13:5).
6.    Siapkan baik-baik setiap kelas. Jangan biarkan ada yang mengganggu pelajaran dan persiapan Anda. Anak yang masih kecil sekalipun dapat "menusuk" guru yang tidak siap. Bila sekolah minggu merupakan pengajaran yang berharga, maka sangat penting untuk memberikan usaha yang terbaik (Kolose 3:23), dan itu berarti harus mempersiapkan diri sebelum mengajar di kelas.
7.    Selalu ingat tujuan dari pelayanan Anda sebagai guru. Mengajar tidak berarti akan terbebas dari masalah. Mengajar bisa membuat frustrasi, bahkan kadang-kadang membuat putus asa. Saat kita merasa bahwa kita hanya melihat kemajuan yang sedikit pada murid-murid, kita perlu ingat bahwa Roma tidak dibangun dalam semalam saja, demikian juga dengan seorang anak yang belajar kehendak Tuhan dan bagaimana berjalan dengan iman dalam jangka waktu yang singkat. Teruslah bekerja dengan giat.
Apa yang menjadi tujuan utama sekolah minggu kita? Apakah hanya memberikan pengetahuan? Memang penting bahwa murid-murid harus meningkatkan pengetahuannya, tetapi itu bukanlah tujuan akhir. Apakah menunjukkan contoh yang baik secara terus-menerus merupakan tujuan nomor satu dari seorang guru? Dalam artikel ini, kita telah menekankan pentingnya guru dalam memberikan contoh yang baik, tetapi menjadi contoh yang baik itu bukanlah tujuan utamanya. Dalam sekolah minggu kita, apakah kita mencoba untuk menolong murid-murid kita dengan lebih baik lagi? Benar, tetapi tetap saja, melakukan yang lebih baik bukanlah tujuan akhir.
Setiap guru harus tidak pernah lupa bahwa tujuan utama dari sekolah minggu adalah untuk membantu orang-orang belajar kehendak Tuhan sehingga melaluinya, mereka bisa tahu bagaimana melakukan kehendak Tuhan, diselamatkan, dan ke surga. Benar, dalam sekolah minggu, kita berusaha keras untuk membantu orang-orang menyiapkan diri ke surga. Jangan pernah pandangan itu hilang dari diri kita.
Bagi semua guru sekolah minggu yang terus meluangkan banyak waktu dan usaha, dan yang benar-benar menunjukkan dalam hidupnya bahwa Kristus hidup dalam diri mereka (Galatia 2:20), kami berikan penghormatan atas tugas yang sudah mereka kerjakan dengan baik. Kadang-kadang, Anda merasa tidak dihargai, tetapi ingatlah bahwa "Allah bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu" 

Jawaban yang biasa kita dengar dari para guru adalah sebagai berikut.
  1. "Tugas saya memimpin acara kebaktian sekolah minggu", jawaban ini muncul karena selama waktu acara sekolah minggu (1 -- 1,5 jam) itu, guru mendominasi 90% waktu dengan terus berbicara untuk memimpin seluruh acara sekolah minggu. Sementara itu, anak lebih banyak pasif mendengar guru, dan anak juga diperintah ini dan itu. (Misalnya: "Ayo berdoa, mari memuji Tuhan, tepuk tangan! Atau semua harus diam!"). Bahkan, anak dipaksa diam sepanjang acara, dengan slogan: "Anak yang diam itu, anak sekolah minggu yang baik!" Apa benar tindakan guru semacam ini? Apakah ia tidak menjadikan anak hanya sebagai objek perintahnya: harus ini dan itu?
  2. "Tugas saya memimpin pujian", jawaban ini muncul karena memang guru yang menyuruh anak menyanyi, dan sering memaksa anaknya bernyanyi dengan suara keras. Anak begitu pasif, hanya menjadi objek yang diperintah untuk bernyanyi, untuk bergaya, untuk bertepuk tangan, dan kadang malah ditertawakan jika mereka melakukan gerakan lucu!
  3. "Tugas saya memimpin cerita", jawaban ini muncul karena memang guru mengisi waktu cerita 20-30 menit itu dengan ia berbicara sendiri, sementara anak dipaksa diam (sebagai pendengar setia), sedang guru sebagai "dosen" yang harus didengarkan apa pun isi pembicaraannya.
  4. "Tugas saya memimpin doa", jawaban ini muncul karena memang guru yang berdoa, anak cuma objek pendengar doa guru, anak ikut menutup mata dan membuka mata, itu pun harus diperintah oleh guru. Apakah anak itu sendiri sebagai subjek yang berdoa? Bukan! Tetapi justru gurunyalah yang berdoa.
  5. "Tugas saya membuat alat peraga", "Tugas saya mengadakan kegiatan aktivitas anak, baik mewarnai, hasta karya, dan lainnya", "Tugas saya mengajak anak ke sekolah minggu", "tugas saya mengadakan acara Natal sekolah minggu dan acara-acara anak yang lain", "Tugas saya mengikuti persiapan guru", dan jawaban lain yang senada dengan jawaban-jawaban itu. Semua itu sering kali membuat anak hanya menjadi objek yang pasif, sedang guru menjadi subjek yang aktif!
Coba kita analisa jawaban-jawaban tersebut secara cermat! Hasilnya dapat disimpulkan adanya model hubungan guru-anak sebagai berikut:
Guru ---> - memimpin (sesuatu kegiatan)       ---> Anak SM
               - mengajak (melakukan sesuatu hal)
               - mengadakan (sesuatu kegiatan)
               - menyiapkan (sesuatu hal)


 Dengan kata lain, model hubungan guru-anak menjadi hubungan
 antara:


 Subjek ---> (guru mendominasi 90% waktu/kegiatan) ---> Objek
 superior                                               inferior
 aktif                                                   pasif
Perhatikan arus komunikasi di atas hanya searah: dari guru sebagai subjek kepada anak sebagai objek yang pasif, sehingga sekolah minggu adalah "acara dari guru dan oleh guru (dan akhirnya sering menjadi acara "untuk" guru juga)". Akibatnya, guru menjadi semakin pandai dalam segala hal (guru semakin pandai berdoa, bernyanyi, tetapi ia cepat kelelahan dan cepat jenuh), sedang anak sebagai murid hanya menjadi objek saja, dengan kemajuan yang kurang berarti! Padahal yang seharusnya menjadi subjek sekolah minggu adalah anak, bukankah seharusnya anak yang dididik, sehingga semakin pandai dalam segala hal, semakin pandai dalam hal berdoa, memuji Tuhan, memahami firman Tuhan, dan sebagainya? Lalu bagaimana solusinya? sekolah minggu perlu memiliki pola pendidikan yang terencana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar