Berkelimpahan Di Dalam Tuhan
I. Bahan Alkitab
Ø
Yohanes 10 : 10
II. Tujuan
Ø Mengajarkan pada ASM bahwa Tuhan telah menjamin kita hidup dalam
kelimpahan (berkelimpahan bukan
berarti kaya raya).
III. Ayat Hafalan
Ø
2
Korintus 6 : 10
"sebagai
orang berdukacita, namun senantiasa bersukacita; sebagai orang miskin, namun
memperkaya banyak orang; sebagai orang tak bermilik, sekalipun kami memiliki
segala sesuatu."
IV. Pendahuluan
Siapa yang tidak senang, jika hidupnya
berkelimpahan dengan materi? Ada sebagian orang yang memiliki pemahaman
keliru bahwa kebahagiaan hidup manusia diukur dari seberapa besar/
limpahnya materi yang dimilikinya.
Bahkan tidak sedikit, pengkhotbah
terkenal yang terjebak dalam
konsepsi ini melalui pengajarannya. Oleh karena itu, tidak sedikit juga orang Kristen yang mempercayai hal tersebut.Secara khusus, bagi kelompok ini,
kata-kata Yesus dalam Yohanes 10:10
menjadi ayat favorit yang mendapatkan penekanan berlebihan
dalam pengajarannya. Namun apakah
demikian? Apakah perkataan Tuhan
Yesus tersebut dapat menjadi pembenar terhadap adanya berkat-berkat material?
V. Isi
Tuhan Yesus berkata: “…Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.”
Istilah “hidup” yang diucapkan
Tuhan Yesus harus menjadi kata kunci untuk memahami “kelimpahan” dalam ayat tersebut. Ketika salah dalam mengerti
“hidup” yang dimaksudkan, sudah pasti
keliru juga dalam memahami “kelimpahan”. Berikut kita akan mendalami hal
tersebut:
1. Yesus Datang, supaya Domba-domba-Nya Mempunyai Hidup
Pencuri datang untuk mencuri,
membunuh, dan untuk membinasakan domba-domba. Ini sangat kontras dengan
kedatangan Tuhan Yesus, yaitu supaya domba-domba mempunyai hidup. Lalu apa yang di maksud dari “hidup” yang diberikan Tuhan
Yesus tersebut? Istilah “hidup” yang dipakai Tuhan Yesus dalam kalimat tersebut
diterjemahkan dari kata Yunani “zoe”. Kata ini, sekalipun dapat juga dipakai dalam
pengertian hidup jasmani (mis.Yak.4:14), namun di dalam konteks perkataan Tuhan
Yesus (bahkan dalam Injil Yohanes) selalu dalam pengertian “kehidupan yang
sejati”. Secara biologis, manusia memiliki kehidupan. Kehidupan biologis ini
bukanlah kehidupan yang sejati. Itu hanyalah kehidupan manusia secara fisik,
namun kehidupan secara rohaninya telah mati sebagai akibat dosa. Dosa telah
memisahkan manusia dari Allah Yang Mahakudus. Karena Allah adalah Sumber Kehidupan
manusia, maka keterpisahan dari-Nya berarti kematian. Bagaimana hubungan
tersebut dapat diselesaikan? Allah sendiri, di dalam dan melalui Yesus Kristus,
datang menjumpai manusia. Dan di dalam kematian-Nya, Allah telah memperdamaikan
diri-Nya dengan manusia (bnd.Kol.21-22;Rm.5:10). Melalui-Nya manusia kembali
mendapatkan persekutuan dengan Allah. Di dalam Yohanes 10:9, Yesus menyatakan
bahwa Dia adalah pintu, yang melalui-Nya domba-domba akan selamat dan menemukan
padang rumput. Ia juga menyatakan diri-Nya sebagai Gembala yang baik, yang
menyerahkan nyawa bagi domba-domba (ay.11a). “Kehidupan sejati”, “Hidup dalam
persekutuan dengan Allah” inilah yang diberikan Tuhan Yesus melalui pengorbanan
nyawa-Nya.
2.
Hidup dalam Segala
Kelimpahan
Tuhan
Yesus, Sang Gembala yang baik tidak hanya memberitahukan apa yang Ia berikan.
Lebih dari itu, Ia juga mengatakan tentang kualitas dari apa yang diberikan
bagi domba-domba-Nya. Kalimat berikutnya menyatakan “…dan mempunyainya dalam segala kelimpahan”. Kini kita tidak akan salah dalam memahami
“kelimpahan” sebagai kualitas terhadap “hidup” yang diberikan Tuhan Yesus.
“Hidup” yang di maksudkan sebagaimana penjelasan di atas berkaitan dengan
kehidupan rohani. Maka, demikian pun “kelimpahan” yang menjadi kualitas
dari “hidup” tersebut. Kehidupan yang berlimpah oleh karena persekutuan dengan
Allah ini melingkupi berkat-berkat rohani, seperti: ketenteraman, damai
sejahtera, sukacita, di mana berkat-berkat ini Allah berikan secara melimpah.
Rasul Paulus menyebutkan berkat-berkat tersebut sebagai harta yang dipunyai
dalam tanah liat yang membuatnya kuat, sebagaimana yang dikatakannya: “Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak
terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak
ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa (2 Kor.4:8-9);
demikian juga: “sebagai orang
berdukacita, namun senantiasa bersukacita; sebagai orang miskin, namun
memperkaya banyak orang; sebagai orang tak bermilik, sekalipun kami memiliki
segala sesuatu,” (2 Kor.6:10). Berkat Allah inilah yang juga membuat jemaat
Tuhan di Makedonia tetap mengalami sukacita meluap, sekalipun dalam pencobaan
yang berat dan dalam pelbagai penderitaan; dan meskipun mereka sangat miskin,
namun kaya dalam kemurahan (2 Kor.8:2).
VI. Penutup
Sesungguhnya,
“hidup berkelimpahan” atau yang sering kita pahami sebagai berkat (jasmani dan rohani) yang melimpah, haruslah di
mengerti sebagai seberapa banyak
yang dapat dibagikan bagi sesama kita, bukan seberapa
banyak yang dapat kita kuasai/miliki. Hal ini dapat terjadi dalam kehidupan orang percaya, jika ia
berani berkata: “Cukup untuk saya. Kini saatnya untuk saya berbagi.” Sudahkah kita
hidup berkelimpahan di dalam Tuhan?
VII. Aktivitas
ASM dan
GSM duduk membuat lingkaran, dan secara bergiliran menjelaskan menurut mereka apakah berkat Tuhan itu, dan sebutkan contoh berkat Tuhan yang mereka
dapatkan. Jika semua sudah mendapat giliran,
GSM menjelaskan bahwa berkat Tuhan yang kita terima itu harus kita bagikan kepada orang lain (kita
harus menjadi saluran berkat) dan mengajak
setiap ASM untuk berkomitmen akan membagikan berkat yang mereka terima kepada seseorang yang mereka
pilih (bisa dengan ditulis di kertas
diberi nama dan dikumpulkan kepada GSM untuk minggu depan dievaluasi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar