Pages

About

Kamis, 23 Agustus 2012

Peluang dan Tantangan Formalisasi Syariat Islam di Indonesia (Suatu Pandangan Islam)

Peluang dan Tantangan Formalisasi Syariat Islam di Indonesia (Suatu Pandangan Islam)
Tugas : Mata Kuliah Pancasila
By: Denny Sitompul, S.Pd.K 
Pendahuluan
  Sebelum Indonesia merdeka syariat Islam ini sudah ada dan sudah populer, dalam pembahasan ini tidak ada salahnya kalau kita tahu tentang sedikit latar belakang munculnya syariat Islam di Indonesia, membahas formalisasi syariat Islam perlu kiranya cuplikan latar belakang munculnya kata-kata Syariat Islam di Indonesia, yaitu adanya suatu keyakinan bahwa “Islam adalah diatas dari segala-galanya”, termasuk adalah Islam merupakan solusi dari segala permasalahan yang muncul di permukaan. Imbasnya, mereka berusaha untuk menjadikan Hukum Islam sebagai hukum publik, sebagai Negara yang berpenduduk umat Islam terbesar di dunia, semangat menerapkan syariat wajar jika dimunculkan.
  Menurut sejarah, yang sangat mungkin dapat dijadikan rujukan, terutama pada masa sejarah awal kemerdekaan kita, perjuangan kelompok Islam untuk memasukkan syariat begitu kuat mengemuka saat itu, semangat yang muncul ketika itu adalah menjadikan syariat sebagai bagian dari ideologi Negara.
Pertama, pada sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dilakukan menjelang kemerdekaan Indonesia, selalu dibumbui perdebatan alot antara kaum nasionalis dengan wakil Islam tentang ketentuan memasukkan tambahan tujuh kata di sila pertama dari Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya sebagaimana tercantum di Jakarta Chapter atau lebih dikenal dengan Piagan Jakarta. Kedua, pada sidang konstituante, dalam torehan sejarah yang terjadi pasca pemilu 1955 itu terjadi tarik menarik antara kelompok Nasionalis dengan kelompok Islam.
  Tema perdebatan juga sama yakni pro dan kontra seputar keinginan menjadikan syariat Islam diterapkan sebagai bagian dari hukum Indonesia. Tetapi karena beberapa kali deadlock, dan tidak jadinya rumusan Negara membuat Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia mengambil alih konstituante sehingga lahirlah Dekrit Presiden, 5 juli 1959, maka perjuangan umat Islam itupun kandas lagi. Ketiga, seiring lamanya kendali Orde Baru yang dikomandani Soeharto selaku Presiden, yang menabukan aspirasi, nuansa untuk menerapkan syariat Islam pun surut, meski tidak pernah pudar di otak para umat Islam.
  Berubahnya zaman, adanya reformasi, runtuhnya rezim Orde Baru yang
dikomandoi oleh Soeharto dan kroni-kroninya membuat keinginan untuk mengamandemen Undang-undang Dasar dan memasukkan tujuh kata itu pun muncul lagi. Di tengah sidang-sidang amandemen UUD 1945 beberapa waktu lalu, beberapa kelompok Islam mencoba menghembuskan Piagam
Jakarta. Perdebatan yang berlangsung sejak zaman kemerdekaan tersebut,
seakan menjadi justifikasi historis bahwa perdebatan dan keinginan menerapkan syariat Islam tersebut merupakan keharusan sejarah. Jadi sangatlah beralasan kalau saat ini pejuang penegakan syariat Islam di daerah-daerah begitu bersemangat menuntut ditegakkannya syariat Islam.
  Tetapi perlu diingat bahwa perdebatan seputar penegakkan syariat Islam ini akan terus memperpanjang konflik antara kelompok nasionalis dengan kelompok Islam, kalau seandainya bisa memasukkan syariat sebagai hukum publik di Indonesia, banyak masalah besar yang akan menghadang. Nah, di sinilah tampaknya kita perlu mengedepankan maslahah. Ada kaidah ushul fiqh yang patut untuk kita kedepankan; menarik kemaslahatan dan menghilangkan kerusakan (jalb al masalih muqoddamun ‘ala daf’ al mafasid) dan kaedah ke dua, apabila ada dua pilihan yang tidak menguntungkan, ambillah mana yang paling sedikit madharatnya, (akhafu al darurain). Atau sebagaimana diungkapkan asy- Syatibi, dalam menyikapi nash-nash syari’ah.[1]

Seputar Syariat Islam
  Syariat Islam sesungguhnya meliputi keyakinan spiritual dan ideologi politik. Spiritualisme Islam telah membahas pribadi manusia dengan Allah
yang terangkum dalam akidah dan ubudiah, sebaliknya ideologi politik Islam telah membahas seluruh urusan keduniaan yang terangkum dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri maupun dengan sesamanya, baik menyangkut bidang pemerintahan, ekonomi, sosial, politik luar negeri, pendidikan, dan sebaginya. [2]
  Namun demikian, bila membicarakan syariat dalam arti hukum
Islam, maka terjadi pemisahan bidang hukum sebagai disiplin ilmu hukum.
Sesungguhnya hukum Islam tidak membedakan secara tegas antara wilayah
hukum privat dan hukum publik, seperti yang dipahami dalam ilmu hukum
barat karena dalam hukum privat terdapat segi-segi hukum publik; demikian
pula sebaliknya dalam hukum publik terdapat pula segi-segi hukum privat.
Ruang lingkup hukum Islam dalam arti fikih Islam meliputi : munakahat,
warisan, muamalat dalam arti khusus, jinayah atau uqubat, al-ahkam assulthoniyah (khilafah), siyar, dan mukhasamat.[3] Apabila Hukum Islam itu disistematisasikan seperti di dalam tata hukum Indonesia, maka akan tergambarkan bidang ruang lingkup muamalat dalam pemerintahan.

Formalisasi Syariat Islam
  Munculnya formalisasi syariat Islam, merupakan konsekuensi dari perkembangan hukum Islam itu sendiri, kajian tentang formalisasi syariat Islam di Indonesia dalam perspektif tata hukum Indonesia, maka perlu dikemukakan tentang lembaga kekuasaan kehakiman Islam.[4] Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana sesungguhnya Islam berperan dalam mencari kebenaran dan menegakkan keadilan bagi kehidupan masyarakat, maka dapat diupayakan melalui penyusunan kitab-kitab fikih (kodifikasi hukum Islam) dan membentuk berbagai lembaga peradilan yang bergerak dibidang litigasi maupun non litigasi di luar lembaga peradilan, seperti adanya lembaga penyelesaian sengketa dan lembaga bantuan hukum.
  Pranata penyelesaian sengketa para pihak pada awal pemerintahan Islam, pernah dikenal dengan nama lembaga kekuasaan kehakiman Islam, lembaga kehakiman ini dapat dijumpai dalam sepanjang sejarah peradilan Islam, dilaksanakan pada pemerintahan Islam dengan tujuan untuk menegakkan keadilan dan melindungi masyarakat dari kesewenangwenangan dan kedzoliman pihak lain. Latar belakang dibentuknya lembaga ini karena sering terjadi perlakuan tidak adil, baik yang berhubungan dengan masalah muamalah (perdata Islam) maupun masalah jinayah (pidana Islam). Masalah perdata sering muncul berkaitan dengan kecurangan dalam perdagangan, seperti pengurangan takaran, pengurangan timbangan, dan lain sebagainya. Sedangkan masalah pidana sering muncul berkaitan dengan penganiayaan penguasa terhadap rakyat, pelanggaran atas hak seseorang terhadap pihak lain, penipuan, dan sebagainya.
  Untuk menyelenggarakan pemerintahan Islam yang damai, aman, dan adil, maka lembaga kekuasaan kehakiman sangat berperan dan menentukan pada waktu itu. Hukum ditegakkan bagi siapapun yang melanggar dan tidak pandang siapa pun yang bersalah, semua orang dipandang sama di muka hukum, sesuai dengan prinsip equality before the law dan justice for all.[5] Semasa pemerintahan Islam, upaya untuk mencari kebenaran dan menegakkan keadilan tidak mengenal pilih kasih. Setiap orang yang bersalah harus dikenai sanksi yang sesuai dengan tingkat kesalahannya. Demikian pula sebaliknya, setiap orang yang merasa bersalah selalu menerima dengan ikhlas atas putusan yang dijatuhkannya.

Peluang dan Tantangan Formalisasi Syariat Islam di Indonesia
(Suatu Pandangan Islam)
Makna Dien dan Konsekuensinya
  Arti “dien” tidak hanya “agama/ugama” dalam pengertian sansekerta yang bermakna “tidak rusak” dan dipahami sebagai aturan ritual. Ia berasal dari bahasa Arab yang memiliki makna: al-itaa’ah (ketaatan); al-qahru wal-ghalabah (tunduk dan takluk); al-hudud wal-qawanin (hukum dan undang-undang); dan al-jazaa’ (balasan).
  Dien dari sisi sumbernya, terbagi menjadi dua: Dienullah (undang-undang Allah) dan Dienunnaas (undang-undang manusia). Dienullah adalah Islam ciri-ciri utamanya adalah ia bersumber dari wahyu Allah sejak nabi-nabi terdahulu. Ciri lain, ia mutlak benar dan syumul (komprehensif) yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Sifat ke-syumulan-nya berlaku universal, mencakup seluruh bangsa pada setiap zaman.
  Adapun Dien (agama) Allah yang terakhir adalah al-Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW yang merupakan penyempuranaan dien-dien sebelumnya, maka dien yang dibawa nabi Muhammad sebagai penghapus Dien (agama) sebelumnya.
  Sedangkan undang-undang manusia (dienun-naas), sumber ajarannya adalah otak manusia. Nilai-nilainya sangat bergantung pada subyektifitas manusia yang sangat beragam. Jika diamalkan hanya membawa bencana dunia di akhirat. Karenanya, tidak ada pilihan bagi manusia kecuali agama Islam bila ingin selamat dunia-akhirat. Dengan demikian, memeluk Islam berarti siap taat, patuh, dan berhukum kepada Allah. manusia yang enggan berhukum dengan Allah hanya akan mengantarkan hidupnya menjadi tak bermakna; mengantarkannya pada derajat rendah, bahkan lebih rendah dari binatang.
Syariat Islam, Mengapa Harus Sebuah Negara?
  Tidak ada manusia yang lebih mengerti tentang Islam kecuali nabi Muhammad SAW. Sejarah mencatat bagaimana Rasulullah mengamalkan dan menegakkan syariat Islam dalam sebuah institusi negara bernama Madinah. Dalam kajian syiyasah syar’iyyah (politik syar’i), hal ini lazim disebut Imamah. Imam Mawardi dalam “Al-Ahkam As-Shulthaniyah” mendefinisikan Imamah sebagai: Posisi khalifah nubuwwah (pengganti nabi) dalam mengemban tugas hirasatud-dien (menjaga agama) dan siyasatud-dunya bihi (mengatur dunia bersandar nilai agama).
  Fakta menunjukkan, bahwa Rasulullah dalam melakukan tugas menjaga agama (hirasatud-dien) dan mengatur dunia bersandar nilai agama (siyasatud-dunya bihi) adalah dalam konteks kenegaraan (Imamah). Di mana Rasulullah berlaku sebagai imam, penduduk Madinah selaku rakyat yang wujudnya pluralitas (mukmin dan kafir), dan ajaran Islam sebagai undang-undang positifnya. Dalam memutuskan perkara-perkara kenegaraan dan kerakyatan, Rasulullah selalu mengacu pada dasar syariat Islam sebagai supremasi hukum.
Dampak Positif Penerapan Syariat Islam
  Syariat Islam selalu dimaksudkan untuk mendatangkan kesejahteraan bagi manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Syariah juga dimaksudkan untuk menghilangkan kerusakan atau minimal menguranginya. Hal ini merupakan jaminan prinsip yang oleh Ahli Ushul biasa disebut sebagai Dharuriyat khamsah, yaitu penjagaan keyakinan, penjagaan akal, penjagaan keturunan, penjagaan harta. Artinya, syariat Islam membawa misi bagi lahirnya visi di atas. Dalam hal ini, penjagaan keyakinan syariat islam menetapkan bahwa agama Islam wajib dijaga kemurniannya sehingga tidak mudah diganggu gugat oleh musuh-musuhnya seperti yang terjadi saat ini di Indonesia.
  Dalam penjagaan jiwa, syariat Islam menetapkan bahwa jiwa manusia wajib dijaga keamanannya dan tidak boleh dibunuh kecuali yang telah dibenarkan oleh syariat. Dalam penjagaan akal, syariat Islam menetapkan bahwa akal manusia wajib dijaga kesehatannya dan gangguan-gangguan syaraf yang disebabkan minuman keras. Dalam penjagaan keturunan, syariat Islam menetapkan bahwa keturunan wajib melalui pernikahan yang syah, tidak boleh melalui perzinaan. Dan dalam penjagaan harta, syariat Islam menetapkan bahwa harta dijaga dari dua sisi, yaitu sisi keamanannya, dengan menerapkan undang-undang pencurian yang keras, kemudian sisi kebersihannya, dengan melarang sitem mencari rezeki yang haram, seperti riba.
Peluang dan Tantangan
  Dalam konteks Indonesia, penerapan syariat Islam akan terhalang oleh supremasi hukum yang tidak menganut syariat Islam, oleh karenanya hukum tersebut wajib dirombak sehingga tidak menghalangi penerapan syariat Islam. Meski demikian, ada celah yang wajib dimanfaatkan oleh umat Islam sebagai penerapan dari ajarannya, yakni UU Otonomi Daerah.
            Sebagai sebuah tahapan, memanfaatkan celah UU Otonomi Daerah harus dilalui dengan terus berupaya agar Islam dapat menjadi supremasi hukum di Indonesia secara total. Karena menjadikan syariat Islam sebagai satu-satunya undang-undang adalah tuntutan ajaran yang bersifat harga mati bagi setiap muslim. Oleh karena itu tantangan wajib dihadapi dengan dua tekad: “Sampai menang atau mati di jalan Allah.” Rumusnya adalah: Dakwah dan Jihad.

Mengupas Tiga Dalil Syariat
  Belakangan ini, ada kecenderungan sebagian umat Islam menjadikan syariat Islam seolah-olah obat antibiotik yang dapat menyembuhkan semua penyakit di setiap tempat dan di segala zaman. Mereka berpandangan bahwa syariat Islam itu sempurna sehingga mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat, mulai ibadah, muamalah, sampai sistem pemerintahan.
  Klaim kesempurnaan syariat Islam tersebut selalu diulang-ulang dalam berbagai kesempatan. Implikasinya adalah syariat Islam seakan-akan tidak membutuhkan teori atau ilmu non-syariah. Semua problematika ekonomi, politik, sosial, budaya dan hukum bisa dipecahkan oleh syariat Islam yang telah diturunkan Allah 15 abad yang lampau. Untuk itu, sudah selayaknya dilakukan tinjauan ulang terhadap klaim kesempurnaan syariat Islam.
  Klaim kesempurnaan di atas biasanya didasarkan pada tiga dalil. Pertama, dalam al-Maidah ayat 3, Allah telah menyatakan, “Pada hari ini, telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagimu.
  Kalimat ini sebenarnya hanyalah penggalan ayat yang sebalumnya berbicara mengenai keharaman makanan tertentu dan larangan mengundi nasib serta larangan untuk takut kepada orang kafir. Karena itulah, konteks ayat itu menimbulkan pertanyaan atas kata “sempurna”: apakah kesempurnaan itu berkaitan dengan larangan-larangan di atas atau berkaitan dengan keseluruhan syariat Islam?
  Dari sudut peristiwa turunnya ayat, potongan ayat di atas turun pada hari Arafah saat Rasulullah Muhammad menunaikan haji. Karena itulah, sebagian ahli tafsir membacanya dalam konteks selesainya aturan Allah mengenai ibadah, mulai salat sampai haji. Sebagian ahli tafsir menganggap potongan ayat ini turun saat fathu Makkah. Dengan demikian, dikaitkan dengan larangan sebelumnya untuk takut kepada kaum kafir, penggalan ayat “kesempurnaan”tersebut dibaca dengan makna, “Sungguh pada hari ini telah Aku tundukkan musuh-musuh kalian.
  Selain itu, sejumlah ulama memandang bahwa kesempurnaan yang dimaksud dalam ayat tersebut terbatas pada aturan halal dan haram. Mereka tidak menganggap bahwa pada hari diturunkannya ayat itu, syariat Islam telah sempurna. Sebab, ternyata setelah ayat tersebut, masih ada ayat Quran lain yang turun, seperti ayat yang berbicara tentang riba dan kalalah.
  Kedua, klaim kesempurnaan syariat Islam juga didasarkan pada al-Nahl ayat 89, “Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (Alquran) untuk menjelaskan segala sesuatu.” Menurut Mahmud Syaltut, ketika Alquran memperkenalkan dirinya sebagai tibyanan likuli syay’i, bukan maksudnya menegaskan bahwa ia mengandung segala sesuatu, tetapi bahwa dalam Alquran terdapat segala pokok petunjuk menyangkut kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi. Jadi, cukup tidak berdasar kiranya kalau ayat tersebut diajukan sebagai bukti bahwa syariat Islam mencakup seluruh hal.
  Ketiga, dalam al-An’am ayat 38 disebutkan, “Tiadalah kami alpakan sesuatupun dalam al-Kitab.” Sejumlah ahli tafsir menjelaskan bahwa Alquran tidak meninggalkan sedikit pun dan atau lengah dalam memberikan keterangan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan tujuan-tujuan pokok Alquran, yaitu masalah-masalah akidah, syariah, dan akhlak, bukan sebagai apa yang dimengerti oleh sebagian ulama bahwa ia mencakup segala macam ilmu pengetahuan.
  Sebagian ahli tafsir lainnya menganggap kata “al-Kitab” di atas bukan merujuk pada Alquran, tetapi pada lauh al-mahfuz. Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum, Alquran sebagai sumber utama hanya memberikan pokok-pokok masalah syariat, bukan menjelaskan semua hal secara menyeluruh dan sempurna.

Adakah Peranan Syariat Islam Dalam Pembangunan Nasional?
  Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus mengahayati kondisi psikologis dan situasi sosial politik secara utuh ketika gagasan Pancasila menjadi dasar negara itu muncul. Untuk merespon gagasan ini, para ulama terbagi menjadi dua. Pertama, ulama grassroot yang tidak mengenal apa yang disebut nasionalisme; kedua, ulama di tingkat elit yang sudah paham dan menghayati nasionalisme.[6] Dalam buku ini menjelaskan bahwa Ulama yang pertama tidak terlibat dalam perdebatan dasar negara. Bagi ulama tingkat elit yang berlatar belakang pesantren dengan jiwa syariat Islam, mereka berjuang untuk menegakkan syariat Islam, tapi syariat ini harus dalam koridor tidak merugikan kelompok di luar Islam, Kelompok ini menginginkan syariat Islam sebagai dasar negara, tapi tidak bisa membuat rumusan yang bisa dipahami pihak lain.
  Kemudian muncullah Bung Karno yang berusaha untuk menengahi antara nasionalisme sekuler dan nasionalisme Islam. Dari situlah kemudian lahir Pancasila.[7] Jadi, kalau ditinjau dari situasi psikologis waktu itu, Pancasila adalah bentuk kompromi dari dua arus, arus nasionalisme sekuler dan arus nasionalisme Islam. Maka ketika ditanya “Apakah Pancasila sebagai dasar negara sesuai dengan syariat Islam”, maka jawabannya adalah “Ya, sesuai”. Karena kalau tidak sesuai, tentu sudah ditolak oleh kelompok Islam waktu itu.
  Menurut KH. Imam Ghazali Said menyatakan bahwa,
Kesesuaian Pancasila dengan Islam juga bisa dikaji dari isinya. Sila     pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Rumusan ini diterima melalui proses panjang. Awalnya adalah “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi para pemeluknya”. Akhirnya, tujuh kata (dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya) dicabut dan diganti dengan sila pertama sebagaimana Pancasila yang sekarang. Sila pertama itu sama dengan kata “Laa Ilaha Ill-Allah” (Tidak ada tuhan selain Allah) atau “Qul Huwa-Allah-u Ahad” (Katakanlah, Allah itu Esa). Sila Kedua; “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” juga sesuai dengan Islam karena tujuan utama dari Syari’at Islam adalah untuk mensejahterakan umat manusia atau mashalih al-nas atau mashalih al-amah. Sila ketiga, “Persatuan Indonesia” mengacu pada sikap Nabi yang tetap mencintai Makkah sekalipun beliau hijrah ke Madinah. Nabi pernah bersabda yang kurang lebih artinya adalah “Andaikan bangsaku tidak mengusir aku, maka aku tidak akan keluar dari Makkah”. Ini bisa dimaknai sebagai nasionalisme. Sila keempat, “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan” artinya adakah demokrasi, yang menurut Islam ini adalah implementasi dari konsep Syura.................. Sila terakhir, “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, adalah sama dengan konsep“Al-Adalah Li-l Ijtima’iyah” . Keadilan sosial di sini dikaitkan dengan konsep nasionalisme di atas. Semua ini sesuai dengan syariat Islam.”[8]

  Jadi, sebetulnya sekalipun kita berlandaskan Pancasila. Tapi substansinya berlandaskan syariat Islam. Maka secara substantif Indonesia itu memang Negara Islam. Tetapi tidak perlu disampaikan secara terbuka. Sebab itu akan membuat orang lain tidak enak. Sebetulnya problem ini sudah selesai. Akan tetapi, kadang-kadang muncul kembali karena ketidakpahaman kita terhadap kondisi psikologis pada awal era kemerdekaan 1945. Namun peranan Islam sangatlah dominan dalam pembentukan sebuah negara.

Dampak Syariat Islam Bagi Pembangunan Indonesia
  Mengingat perkembangan akhir-akhir ini dimana dinamika dalam kehidupan berbangsa dan negara yang semakin mengarah ke arah Islamisasi dalam berbagai Aspek kehidupan tidak lagi merupakan sesuatu yang sifatnya underground lagi dan cenderung memaksa untuk menyeragamkan sudut pandang golongan dalam menyikapi berbagai masalah yang menimpa negara ini. Jika hal tersebut hanya sebatas dari upaya-upaya dakwah secara damai tanpa mengutak-utik dasar dari pendirian bangsa dan negara ini yaitu Pancasila yang membuat berbagai suku-bangsa di wilayah Nusantara ini sepakat untuk ikut serta dalam kontrak sosial pendirian negara Indonesia dan tidak memaksakan pandangan suatu golongan dalam Norma dasar pendiriannya serta memperhatikan segala perbedaan yang ada dalam sebuah konsep Bhineka Tunggal Ika, bagi setiap insan yang beradab hal tersebut merupakan suatu hal yang biasa. [9]
                 Istilah "syariat Islam" menimbulkan dampak alergis terhadap kalangan non-Islam terutama umat Kristiani. Dalam Sejarahnya kalangan Kristiani dari Indonesia Timur meminta pencoretan kata syariat Islam dari Mukadimah UUD. Kalau tidak dicoret, maka mereka memilih untuk tidak bergabung dengan Republik Indonesia. Begitu mendengar istilah syariat Islam dalam kaitan kehidupan politik, kewaspadaan mereka langsung meningkat. 
                 Padahal syariat Islam bagi umat Islam adalah bagian yang tidak terpisahkan dari seluruh kehidupan mereka. Karena itu kalangan Islam pada awal kemerdekaan menghendaki Islam menjadi dasar negara dengan alasan bahwa seluruh kehidupan umat Islam termasuk kehidupan bernegara harus sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Perjuangan itu tidak berhasil lalu dilanjutkan pada persidangan Majelis Konstitusi pada tahun 1956-1959 yang juga mengalami kegagalan. Dalam pemikiran menurut Moh. Mahfud menyatakan pendapat bahwa, 
Tahun 1973 ada RUU Perkawinan yang menurut partai Islam (PPP)  bertentangan dengan syariat Islam. PPP dipimpin oleh Rais Aam PBNU (karena NU tergabung dalam PPP) menolak RUU itu. Akhirnya RUU itu disetujui dengan perubahan mendasar, yaitu pada Pasal 1 dicantumkan prinsip bahwa perkawinan dianggap sah apabila sesuai dengan ketentuan agama (di dalam konteks Islam tentu syariat Islam). [10]
 
                 Keinginan itu secara berangsur berkurang karena perjalanan sejarah memberi pelajaran berharga tentang bagaimana hubungan agama Islam dengan negara diwujudkan dalam kehidupan bernegara. 
 
Kesimpulan dan Tanggapan
               Syariat Islam merupakan rancangan secara komprehensif yang mencakup seluruh sistem di suatu negara. Syariat Islam lahir dari pemikiran nabi besar umat Islam, yaitu nabi Muhammad SAW, yang menginginkan berdirinya suatu bangsa dengan aturan-aturan islami. Sebab hal itu merupakan aturan yang sempurna yang diperintahkan oleh Allah. Indonesia merupakan tempat yang tepat untuk diterapkannya syariat Islam, mengingat Islam adalah sebuah agama mayoritas, bahkan Indonesia diperhitungkan oleh dunia dan digolongkan sebagai negara penganut agama Islam terbesar. Banyak usaha yang dilakukan oleh golongan-golongan yang terus memperjuangkan syariat Islam diterapkan di Indonesia.
               Namun demikian, bukan berarti syariat Islam adalah ideologi ideal bagi setiap negara, di mana terdapat umat muslim mayoritas, khususnya Indonesia. Sekalipun Indonesia tergolong negara mayoritas Islam yang diperhitungkan oleh dunia. Yang terpenting tidak boleh dilupakan, bahwa sejak awal Indonesia adalah negara pluralisme agama. Syariat Islam adalah ideologi yang ideal hanya bagi penganutnya, karena di dalamnya terkandung sebuah aturan agama Islam yang sangat kental.
                 Dapat dikatakan, bahwa syariat Islam berbahaya, alasannya karena jika hal itu diterapkan, maka semua aturan harus sesuai dengan syariat Islam. Contohnya kewajiban mengenakan kerudung atau jilbab bagi wanita. Begitupun sistem ekonomi, politik, pendidikan, budaya, media, semua akan mengacu pada sistem syariat dan hal ini akan berdampak pada perpecahan suku, agama, dan ras di Indonesia.

Daftar Pustaka
Effendy, Bahtiar. Islam dan Negara. Jakarta: Aramadina, 1998.

Eickelman, Dale F. dan Piscatori, James. Politik Muslim-Wacana Kekuasaan
dan Hegemoni Dalam Masyarakat Muslim. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1998.

Kuntowijoyo. Identitas Polotik Umat Islam. Bandung: Mizan, 1997.

Madjid, Nurcholis. Cita-cita Politik Islam Era Reformasi. Jakarta: Aramadina,
1999.

Tedjo, Tony. Diktat Kewarganegaraan. Bandung: STT Kharisma, 2009.



[1] Muhammad Daud Ali. Hukum Islam,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999). hal. 5

[2] Hisbu Tahrir Indonesia. Menegakkan Syari’at Islam. (Jakarta: Hisbut Tahrir Indonesia, 2002), hal. 39.
 [3] M.. Rosyidi. Keutamaan Hukum Islam. (Jakarta: Bulan Bintang, 1998), hal. 25

[4] Rahmat Rosyadi dan Rais Ahmad. Formalisasi Syari’at Islam dalam Perspektif Tata Hukum Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesi, 2006). hal. 55.
[5] Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. (Jakarta: Akademi Presindo, 1992), hal. 9.
  [6] Dr. Nurcholish Madjid. Cita-cita Politik Islam Era Reformasi. (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 17

  [7] Bahtiar Effendy. Islam Dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia. (Jakarta: Paramadina, 1998), hlm. 105

  [8] KH. Imam Ghazali Said. Syariat Islam dan Konstitusi Indonesia. (Jawa Timur: CMARs, 1999), hlm. 54
[9] Amir Muallim dan Yusdani. Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam. (Yogyakarta: UII Press,2001) hlm. 8
  [10] Moh.Mahfud, Politik Hukum di Indonesia, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 2001), hlm. 87

Rabu, 08 Agustus 2012

Strategi Pelayanan untuk Pemuda

Strategi Pelayanan untuk Pemuda
Oleh : Denny Sitompul, S.Pd.K

Gereja yang tertarik untuk memulai pelayanan pemuda sebaiknya perlu mengikuti beberapa langkah sederhana berikut ini. Tiap-tiap langkah adalah penting dan perlu ditanggapi dengan bijaksana.
1.      Berdoa bagi kerinduan melayani anak muda dan mencari tahu motifnya.
Jika alasan memulai pelayanan muda-mudi adalah hanya untuk menyaingi gereja lain, maka itu adalah motif yang salah. Jangan berharap Tuhan akan memberkati program gereja yang tidak dibungkus dalam doa.
2.      Tentukan pandangan gereja terhadap pelayanan anak muda.
Pelayanan selalu berhubungan dengan kondisi sosial dan budaya di sekitarnya. Tiap gereja akan memiliki pandangan berbeda terhadap anak muda. Beberapa gereja melihat anak muda sebagai jiwa yang terhilang dan merindukan Tuhan dalam hidupnya. Gereja lain melihat mereka sebagai sesama bagian anggota masyarakat dan tubuh Kristus. Mengetahui bagaimana gereja Anda memandang anak muda adalah penting dalam menentukan dasar sebuah pelayanan muda-mudi.
3.      Berkonsultasi dengan gembala senior dan pemimpin serta majelis gereja.
Amsal 15:22 mengatakan, "Rancangan gagal kalau tidak ada pertimbangan, tetapi terlaksana kalau penasihat banyak." Berkonsultasi dengan kelompok pemimpin di gereja serta mendapat dukungan dari mereka adalah penting sebelum memulai pelayanan muda-mudi.
4.      Mengenali target.
Sadarilah jika jarang ada gereja yang sanggup memenuhi kebutuhan semua jenis anak muda, terutama bagi semua kelompok umur. Harus ditentukan titik berat bagi satu jenis kelompok umur, untuk kemudian mulai mengenali kebutuhan-kebutuhan khusus mereka. Beberapa gereja mungkin mampu berperan sebagai tempat berlindung bagi anak muda yang menjadi orang tua tunggal. Gereja lain mungkin lokasinya terletak di dekat universitas sehingga mereka menitik beratkan pada pelayanan anak muda yang lebih muda dan belum menikah. Suasana di satu gereja mungkin lebih kondusif bagi jenis anak muda yang lain. Jika demikian, kenalilah jenis itu dan khususkan diri dalam satu bidang. Tidak ada gereja yang dapat menyajikan satu program yang benar-benar seimbang memuat semua jenis pelayanan anak muda yang ada sekarang. Beberapa mungkin dibatasi oleh sumber dana atau tenaga. Namun semuanya akan berkembang lewat adanya transisi dalam kepemimpinan.
5.      Menjadi pelayanan yang memulihkan.
Sebagai strategi dalam merencanakan program, berilah perhatian pada pemulihan luka yang mungkin dimiliki oleh para anak muda. Beberapa membutuhkan pemulihan terhadap luka perceraian, yang lain bergumul dengan luka akibat kematian orang yang dikasihi. Beberapa wanita mungkin mengalami luka akibat penganiayaan fisik, sementara yang lain sedang berjuang dalam menentukan tujuan dan arti hidupnya. Pelayanan anak muda yang paling efektif terjadi di lingkungan yang penuh dengan penolakan. Anak muda membutuhkan lingkungan di mana mereka diakui keberadaannya. Beberapa telah jemu dengan kegagalan-kegagalan dalam membina hubungan yang terjadi di masa lalu, dan membutuhkan waktu untuk menata kembali fokus hidupnya. Roh mereka mengalami kelelahan, dan mereka sedang dalam pencarian akan kedamaian.
6.      Melibatkan sebanyak mungkin anak muda dalam pelayanan.
Ketika anak muda mempunyai rasa memiliki, maka pelayanan itu akan berbuah dan mempunyai tujuan jelas. Model pelayanan Perjanjian Baru tidak pernah dirancang untuk dilakukan oleh satu orang saja. Tuhan membagi-bagi karunia pelayanan seperti fungsi masing-masing organ tubuh untuk menggambarkan betapa kita membutuhkan bantuan satu dengan yang lainnya. Sebuah pelayanan pemuda yang aktif akan benar-benar memperhatikan masukan dari anggota-anggotanya dan membutuhkan adanya keterlibatan dari masing-masing pemimpinnya.
Banyak pelayanan anak muda memilih sebuah dewan kepemimpinan yang dirotasi tiap tahunnya. Dewan ini terdiri dari pemimpin-pemimpin yang akan mengatur tugas seperti siapa yang bertugas menyambut para tamu tiap minggu, menelepon mereka yang sedang sakit atau berhalangan hadir, merencanakan acara-acara khusus dan kegiatan sosial, publikasi, mengkoordinasi kelompok-kelompok kecil atau mengatur proyek pelayanan. Anak muda memiliki kemampuan untuk menjalankan kepemimpinan dalam gereja. Selama seminggu mereka telah memikul tanggung jawab yang penting di tempat kerja mereka dan tidak ingin diperlakukan sebagai anak kecil yang tidak mandiri di gereja pada akhir minggunya.
PENJANGKAUAN KE LUAR

Penginjilan
Mengadakan bermacam-macam kegiatan akan memungkinkan gereja mengadakan penjangkauan ke dunia luar yang terhilang dan yang sedang membutuhkan. Kegiatan ini juga harus dapat menjangkau mereka yang biasa datang tiap minggu selain tentunya masyarakat di sekitarnya. Kegiatan-kegiatan yang mungkin dapat dilakukan meliputi: kegiatan olahraga, sosial, piknik bersama, kumpul bersama, kelompok besuk, dan workshop-workshop khusus. Walaupun di tiap acara kita tidak perlu harus selalu berbicara tentang Injil, perhatian dan kasih harus selalu ditampilkan sebagai unsur utama.

Pelayanan
Kata "minister" mempunyai arti "melayani". Tidak ada orang yang dapat melayani dalam nama Kristus jika tidak secara aktif terlibat dalam pelayanan kebutuhan orang lain. Kegiatan pelayanan dimana sebuah organisasi pelayanan dapat menjadi sponsor misalnya adalah: mengunjungi rumah sakit, program kakak asuh bagi anak-anak terlantar, men-support anak-anak di negara dunia ketiga lewat lembaga-lembaga pelayanan, membantu sebuah institusi pelayanan masyarakat dalam kota selama sehari dalam sebulan, membantu pelayanan bagi orang cacat, mempromosikan program misi jangka pendek ke luar negeri, atau menolong jemaat gereja yang membutuhkan selama sehari penuh.

PENJANGKAUAN KE DALAM

Mengajar
Titik berat pengajaran dalam sebuah pelayanan harus seimbang dan terfokus pada masalah-masalah yang praktis dan merakyat. Aktivitas- aktivitas yang mendukung untuk kegiatan mengajar meliputi seminar dan konferensi-konferensi, kelompok-kelompok kecil, retret, dan kelompok pemuridan.

Membangun Komunitas
Kaum muda membutuhkan rasa saling memiliki. Pemuda Kristen ingin mempunyai perasaan memiliki terhadap gereja mereka. Akan sulit bagi gereja memotivasi para kaum muda jika mereka belum merasa diakui keberadaannya atau selama gereja belum berusaha barang sedikit saja untuk menjangkau mereka. Membangun suasana sebagai suatu komunitas dapat diciptakan dengan mengadakan acara-acara sosialisasi istimewa bagi anak-anak muda, mengadakan pertemuan-pertemuan kelompok kecil, mengundang pembicara khusus ntuk anak muda, mengadakan retret akhir minggu, atau mengadakan acara besar seperti konser.
Penyembahan
Orang percaya menikmati penyembahan mereka kepada sang Pencipta. Orang-orang dengan minat yang sama ini akan menikmati penyembahan mereka kepada Tuhan dalam cara yang bermiripan. Untuk alasan inilah, pertemuan sepulang kebaktian sore yang dikenal dengan nama "afterglows", menjadi populer di kalangan kelompok kaum muda Amerika. Kelompok kaum muda di seluruh Amerika menikmati pemakaian musik-musik kontemporer dalam pertemuan penyembahan mereka. Masih banyak yang dapat dilakukan untuk membuat pengalaman penyembahan pemuda yang lebih kreatif dan pribadi dalam acara seperti camp, retret, dan kelompok-kelompok kecil.

Konseling
Berdasarkan hasil penelitian, hanya sedikit muda-mudi Kristen yang akan pergi ke konselor profesional jika mereka membutuhkan bantuan. Mayoritas dari mereka memilih berkonsultasi dengan teman dan keluarganya. Untuk alasan itu, akan sangat membantu jika pemimpin pemuda menawarkan beberapa bentuk pelatihan konseling. Akan membantu juga jika dihadirkan seorang konselor profesional untuk membawakan satu seri seminar tentang topik pembuka hal-hal seputar konseling. Satu seri lagi pelajaran mengenai masalah-masalah penting yang dihadapi anak-anak muda akan sangat bermanfaat, mungkin juga dapat ditambah dengan sesi konseling dalam kelompok kecil untuk muda-mudi itu yang dibawakan oleh seorang konselor profesional.

Pelatihan Kepemimpinan
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pelayanan untuk anak muda harus diusahakan secara tim. Mereka akan senang jika mereka merasa mempunyai semacam andil dalam merencanakan program-program mereka. Semakin banyak masukan yang Anda dapatkan dari mereka, akan semakin sukses pula program-program Anda. Untuk melakukan hal ini, adalah penting untuk mengadakan semacam pelatihan kepemimpinan. Dewan pemimpin yang terlibat dalam pengambilan keputusan dalam kelompok, dan yang akan bertanggung jawab dalam pelaksanaan keputusan yang diambil tersebut harus mendapat pelatihan yang berkualitas untuk melaksanakan tugas mereka. Pelatihan ini dapat dilakukan dalam bentuk retret kepemimpinan tahunan, konferensi pelatihan spesial, seminar, dan sesi tanya jawab kelompok atau orang-perorang dengan pemimpin kelompok muda-mudi.

Minggu, 05 Agustus 2012


KETIKA TUHAN TIDAK MNJAWAB DOAMU
Komsel PRBK GIA KOPO PERMAI by: Denny Sitompul

Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu.” (Yesaya 59:1-2)

Kita sering komplain kepada Tuhan bahwa Ia tidak mendengarkan doa-doa kita, khususnya ketika Allah tidak merespon sesuai dengan keinginan kita. Tetapi ini tidak berarti bahwa Allah tuli, sebab “Dia yang menanamkan telinga, masakan tidak mendengar?” (Mazmur 94:9) Allah mendengar sesuatu yang ada dalam pikiran kita, bahkan sesuatu yang belum terucap oleh mulut kita, “Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh.” (Mazmur 139:2)

Jadi, bukan karena Allah tidak dapat mendengar seruan hati kita, tetapi ada kemungkinan hidup kita tidak sejalan dengan kehendakNya, sehingga Ia tidak mendengarkan doa kita. Mungkin hal yang terpenting dalam situasi ini adalah ketaatan kita kepada firmanNya, “Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.” (Yohanes 15:7). Tetapi, “Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar” (Mazmur 66:18). “Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu.” (Yakobus 4:3)
Tentu saja ketika kita berdoa, “Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang” (Yakobus 1:6). “Dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak.” (Yohanes 14:13). “Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya. Dan jikalau kita tahu, bahwa Ia mengabulkan apa saja yang kita minta, maka kita juga tahu, bahwa kita telah memperoleh segala sesuatu yang telah kita minta kepada-Nya.” (1 Yohanes 5:14-15)
(Terjemahan yang benar untuk 1 Yoh 5:15 adalah “Dan jikalau kita tahu, bahwa Ia mendengarkan apa saja yang kita minta, maka kita juga tahu, bahwa kita telah memiliki permohonan yang telah kita minta kepadaNya.”)
Mungkin ada di antara kita yang berpikir, bahwa saya telah berdoa, sudah memeriksa hati, meminta sesuatu yang juga kembali untuk kemuliaan Tuhan, namun doa saya sampai sekarang belum juga dikabulkan, jangan pernah kita kecewa kepada Tuhan. Mungkin Tuhan sedang menunda jawabannya sampai waktu yang tepat. Ingatlah akan Hana ibunya Samuel, ingatlah Elizabeth ibunya Yohanes Pembaptis, ingatlah akan Yusuf, dan pahlawan iman lainnya. Doa mereka ada kalanya ditunda, sampai waktu yang tepat, dan biarlah iman kita dikuatkan olehnya. Atau mungkin saja doa kita tidak dikabulkan, jangan juga kita kecewa. Mari kita beriman sama seperti Paulus, yang sudah meminta agar duri dalam dagingnya untuk dicabut, tapi Tuhan bilang sudah cukup kasih karuniaKu.
Di atas segalanya, satu hal yang harus kita amini, Allah tahu yang terbaik untuk kita dan kita pasti akan menemukan bahwa “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Roma 8:28) Untuk itu, periksalah hati kita, bagaimana komunikasi kita dengan Tuhan selama ini? Apakah kita adalah seorang pendoa yang sungguh-sungguh berdoa dengan tidak jemu-jemu? Yang berdoa bukan hanya untuk kepentingan sendiri? Bukan pribadi yang berdoa waktu kepepet saja, setelah hidupnya senang lupa akan Tuhan. Jika kita sudah memeriksa hati dan hubungan kita dengan Tuhan, maka “Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau hati kita tidak menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian percaya untuk mendekati Allah, dan apa saja yang kita minta, kita memperolehnya dari pada-Nya, karena kita menuruti segala perintah-Nya dan berbuat apa yang berkenan kepada-Nya.” (1 Yohanes 3:21-22)

PEMIKIRAN JOHN WESLEY


DAFTAR ISI

LATAR BELAKANG………………………

HASIL KARYA……………………………

PIKIRAN TEOLOGINYA...........................

KESIMPULAN DAN APLIKASINYA……

DAFTAR PUSTAKA

 
Latar Belakang
John Wesley

Wesley (1703 -- 1791) berasal dari keluarga yang sangat mengutamakan kesopanan dan keteraturan. Ayahnya, Pdt. Samuel Wesley, adalah seorang rohaniwan yang terpelajar dan saleh, yang melayani di Epworth, Lincolnshire. Ibunya, Susanna, adalah putri seorang pendeta non-Conformist. John merupakan anak kelima belas dari sembilan belas bersaudara. Ketika Wesley berusia 6 tahun, rumah pendeta di Epworth terbakar. Seorang tetangganya, dengan berdiri di atas pundak kawannya, menolong anak itu dari sebuah jendela di tingkat dua. Kelak, Wesley yang menyebut dirinya "Bara yang Meletup", tidak pernah meragukan bahwa Allah telah memelihara hidupnya. Pada usia 17 tahun, Wesley melanjutkan studinya ke Universitas Oxford. Ia membaca banyak hal dan terutama terkesan oleh bapak-bapak gereja yang mula-mula dan buku-buku ibadah klasik. Dari "Holy Living" karangan Jeremy Taylor, "Imitation of Christ" karangan Thomas a Kempis, dan "Serious Call to Holy Life" karangan William Law, Wesley belajar bahwa kehidupan Kristen merupakan pengudusan dari keseluruhan manusia dalam kasihnya kepada Allah dan sesamanya
Sebagai anak berumur lima tahun, John Wesley hampir saja menemui ajalnya dalam kebakaran yang telah menyapu pastoran ayahnya. Sungguh ia adalah "api yang dipetik dari kebakaran itu", seorang yang akan dipakai Allah untuk menyulut iman pada ribuan orang. Akan tetapi ketika John pergi ke Oxford untuk belajar menjadi pendeta dan kemudian membantu jemaat Anglikan ayahnya selama beberapa tahun, keresahan pun mulai meliputi dia. Meskipun ia tahu doktrin-doktrin keselamatan, namun semuanya itu belum menyenangkan hatinya. Pada tahun 1729 John kembali ke Oxford. Adiknya, Charles telah memulai "Holy Club" (Klub Suci), yang tidak lama kemudian dipimpin John. Mereka dijuluki Methodis oleh orangorang yang ingin mencemarkan mereka, karena mereka menggunakan metode-metode keras dalam pencarian kesucian. Anak-anak muda itu mencari keselamatan, namun latihan-latihan devosional yang amat keras pun tidak memberi kedamaian kepada John. Seperti Luther, Wesley berupaya mendapatkan anugerah Allah dan menemukan kekosongan.
Pada tahun 1735, John dan Charles pergi ke Georgia dalam suatu perjalanan misioner. Ketika melintasi Samudra Atlantik, John terkesan dengan beberapa orang Moravian. Ketika kapal mereka dihantam badai, John gemetar karena takut, sementara para Moravian dengan tenang menyanyikan pujian. Charles hanya berdiam selama satu tahun di Georgia. Ia pulang karena kesehatannya. Meskipun John tinggal, namun pelayanannya tidak berjalan mulus. Ia mengikuti jejak saudaranya kembali ke Inggris menjelang tahun 1738. Ia diundang pada pertemuan Moravian di Aldersgate Street, London, dan pada tanggal 24 Mei ia menghadirinya dengan "setengah hati". Pada pertemuan tersebut, ketika seorang membacakan tafsiran Luther tentang Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Roma, Wesley berkata, "Kira-kira pukul sembilan kurang lima belas, ketika ia sedang menggambarkan perubahan yang diadakan Allah dalam hati melalui iman kepada Kristus, aku merasakan kehangatan dalam hati. Aku merasakan bahwa aku benar-benar percaya kepada Kristus, hanya Kristuslah keselamatan; dan suatu jaminan telah diberikan kepadaku bahwa Ia telah menyingkirkan dosa-dosaku, dan telah menyelamatkan daku dari hukum dosa dan maut." Wesley dan saudaranya, Charles, yang telah bertobat tiga hari sebelumnya, membawa berita anugerah baru ini dan mengajarkannya di mana saja. Seorang lagi anggota Holy Club, George Whitefield, menerima Kristus pada waktu yang bersamaan. Bersama-sama mereka akan menuntun Inggris dan Amerika menuju kebangkitan kembali. Ketika Gereja-gereja Anglikan yang bermusuhan menutup pintu bagi berita ini, anak-anak muda tadi berbicara di mana saja, tempat-tempat umum atau lapangan terbuka. Tidak seperti Gereja Anglikan, yang hanya melayani kaum aristokrat,pendengar mereka adalah kaum miskin di Inggris, yang kelaparan akan harapan. Orang-orang mengelilingi mereka ketika mereka berkhotbah.


HASIL KARYA

John Wesley mengarang banyak buku tentang pentakostalisme. Dia dari gereja anglikan dan anak ke 15 dari seorang anglikan miskin yang lahir pada tahun 1703 di pastoran gereja Anglikan di Epworth,
Lincolnshire. Ia dididik di Charterhouse dan Oxford. Bersama kakaknya yang bernama Charles Wesley, mereka mendirikan kelompok orang-orang muda mahasiswa yang dikenal sebagai the Sacramentarians . Orang di luar kelompok secara sinis menyebutnya sebagai the Holy Club . Kelompok ini ingin menjawab kembali panggilan pietisme untuk benar-benar hidup sebagai orang baik. Karena ini mereka segera mengembangkan berbagai macam metode untuk bisa membantu rekan-rekan mereka menanggapi segala tantangan yang mereka hadapi dalam dunia kampus. Kelompok itu kemudian dikenal sebagai kelompok Metodis dan alirannya disebut Metodisme. Aliran ini menekankan adanya kemungkinan orang menjadi baik kalau orang setia menjalankan sesuai dengan metode yang ditawarkan oleh John Wesley dan Charles Wesley.
Tahun 1728 John Wesley ditahbiskan sebagai diakon dan tahun 1735 menjadi imam. Mereka kemudian mencoba melakukan karya misi di Georgia, Amerika. Karya misi ini tidak berhasil, sehingga menyebabkan mereka harus kembali ke Inggris. Tetapi mereka berkenalan dengan beberapa orang dari gerakan Moravia yang berdampak luar biasa. Wesley kembali ke Inggris pada tahun 1738 dan pada tanggal 24 Mei tahun itu mengikuti kebaktian kelompok Moravia di Aldersgate Street, London. Di situ ia mengalami pertobatan, mengalami baptisan Roh Kudus, benar-benar merasa dirinya dicintai, mengalami pencerahan batin yang luar biasa sehingga mengubah hidupnya sama sekali. Meskipun Wesley berpendapatan besar melalui tulisan-tulisannya, ia hidup sederhana dengan membagi-bagikan kelebihan uangnya. Ia bertekad menyambut mereka yang berasal dari kelas rendah. Wesley tanpa merasa letih mengadakan perjalanan sejauh 250.000 mil dengan menunggang kuda, mengajar di seluruh Inggris dan Skotlandia. la membentuk perkumpulan orang-orang percaya di setiap kawasan, dan ketika gerakan tersebut bertumbuh, ia menunjuk para pengajar lain dengan menempatkan seorang bagi satu distrik. Perkumpulan-perkumpulan tersebut, lebih lanjut, dipecah menjadi kelas-kelas rekanan dan kelompok-kelompok doa. Organisasi rumit yang dicap Methodis ini membantu gerakan itu bertahan. Wesley bersaudara tidak berniat berpisah dari Anglikanisme. Sesungguhnya mereka ingin melihat pembaruan berlangsung dari dalam gereja. Perpecahan itu berlangsung pelan. Ketika pada tahun 1784 John mempersiapkan kelanjutan Methodisme setelah kematiannya, Charles tidak menyetujui perpecahan itu. Meskipun berada di bawah bayang-bayang kakaknya, Charles pun punya andil yang cukup besar dalam Methodisme. Ia sangat dikenal akan kidungnya, termasuk "O for a Thousand Tongues", "And Can It Be?" dan "Hark the Herald Angels Sing". Tidak seperti gereja Anglikan yang selalu terikat pada Mazmur, dari awal para Methodis merupakan gerakan bernyanyi — sebagian besar karena Charles yang berbakat dalam menyusun kata-kata. Methodisme telah mengubah masyarakat Inggris dengan perlahan. Meskipun setia pada status quo politik, Methodisme telah membangkitkan semangat liberal yang membawa Inggris ke keadaan yang lebih baik. Banyak sejarawan memuji orang-orang Methodis karena tidak memicu revolusi berdarah seperti yang dialami orang Perancis pada akhir abad kedelapan belas.
 John Wesley yang pernah berkata, "Penghasilan bertambah tidak seharusnya pengeluaran bertambah, tetapi pemberian yang meningkat." Di mana John Wesley sepanjang hidupnya ia telah memberikan sekitar 30 juta poundsterling yang dihasilkannya selama hidupnya, terutama melalui karya-karya tulisnya yang diterbitkan. John Wesley sedikitnya telah menulis 4 jilid komentar atas keseluruhan Alkitab; kamus bahasa Inggris; 5 jilid buku filsafat umum; 4 jilid buku sejarah gereja; kisah-kisah sejarah Inggris dan Roma; tata bahasa Ibrani, Latin, Yunani, Perancis dan Inggris; 3 buku tentang pengobatan; 6 buku tentang musik gereja; 7 buku kumpulan khotbah dan kertas kerja yang kontroversial. Dia juga mengedit perpustakaan 50 buku yang dikenal sebagai "Perpustakaan Kristen".

PIKIRAN TEOLOGINYA

Dalam ajaran teologi John Wesley kita mendapati adanya satu arah baru yang berbeda dengan ajaran Pembaharuan (Reformed) juga yang berbeda dengan Armenianisme klasik. Wesley membangun pemahamannya tentang hakekat manusia seutuhnya atas dasar ajaran Reformasi tentang dosa asal (original sin), dan pentingnya kasih karunia yang tidak berkesudahan terhadap keselamatan (salvation). Akan tetapi ia memisahkan diri dari ajaran para reformator dan menyuntikan ajaran tentang kasih karunia yang berbeda ke dalam pemahamannya tentang keselamatan, dimana menurutnya semua orang telah menerima Roh Kudus berkemampuan untuk memberi respon kepada Allah. Wesley menolak konsep kaum Pembaharuan mengenai pilihan (election). Jadi ia menggabungkan ajaran kaum Pembaharuan tentang keberdosaan manusia secara total dengan keutamaan kasih karunia dari Armineanisme yang membela kehendak bebas manusia (human freedom), dan kewajiban moral. Akan tetapi ajarannya tentang kekudusan berbeda dengan ajaran Armenianisme tradisional. Wesley juga sangat dipengaruhi oleh ajaran yang bersifat mistis. Packer menilai bahwa ia telah menggabungkan “Augustinianisme dari buku doa gereja Anglican dengan ajaran moral Gereja Tinggi (High Church) yang mengilhami konsepnya tentang kesempurnaan yang ia pelajari dari sumber-sumber dari para Bapak Gereja Yunani. Diantara mereka adalah “Macarius si orang Mesir” dan Ephraem Syrus. Sebenarnya ajaran mereka bukan mengenai ketidakberdosaan (sinlessness), melainkan tentang satu proses pendalaman yang terus-menerus dalam perubahan moral. Dari ajaran ini kemudian Wesley menambahkan ajaran yang ia pelajari dari orang-orang yang ia sebut “pengarang-pengarang mistis” (dimana didalamnya termasuk William Law dari gereja Anglican, Molinos dari gereja Roma Katolik, Fenelon, Gaston de Renty, Francis de Sales, dan Madame Guyon, Francke dari gereja Luteran Pietist, dan para tokoh Theologia Gremanica pre-reformasi). Ia mengajarkan bahwa keinginan hidup saleh yang sejati merupakan satu kekuatan rohani untuk mengasihi Allah dan manusia; tanpa ini semua agama adalah dangkal dan kosong. Wesley menegaskan bahwa keutamaan pembenaran (justification), dan kepastian jaminan orang percaya bisa didasarkan pada kebenaran Kristus. Akan tetapi, pandangannya tentang pilihan yang bersifat Arminian mempengaruhi pemahamannya tentang keselamatan. Ia melihat proses Penyucian (Sanctification) sebagai satu proses yang menentukan seseorang layak memperoleh keselamatan akhir. Proses ini adalah perbuatan Tuhan, tapi juga adalah perbuatan manusia. Nampaknya disini terjadi satu sinergi. Pada satu bagian ia mengatakan bahwa perbuatan baik manusia adalah satu syarat bagi pembenaran akhir yang ia anggap perlu untuk memperoleh keselamatan akhir.

KESIMPULAN DAN APLIKASINYA

Wesley melanjutkan bahwa bagian dari metode pengajarannya meliputi iman yang nyata lewat pengalaman sehari-hari. Dengan kata lain, jika suatu hal sungguh-sungguh merupakan suatu kebenaran, maka hal itu akan dihidupi dalam pengalaman pribadi umat percaya. Terakhir, Wesley mengungkapkan bahwa setiap ajaran dapat dipertahankan dengan akal budi. Ia tidak memisahkan antara iman dan akal budi.
Inilah Quadrilateral Wesley: Alkitab, tradisi, pengalaman sehari-hari, dan akal budi. Bagaimanapun juga, tiga hal yang terakhir tetap ditundukkan kepada Alkitab semata.
Wesley juga memberikan penekanan yang khusus terhadap kekudusan orang percaya. Ia berpendapat bahwa umat kristiani dapat menjadi ‘sempurna di dalam kasih.’ Kasih ini dialaskan dengan motivasi untuk menyenangkan Allah, dan, kedua, dinyatakan kepada sesama sebagai perwujudannya. Dalam sistem Wesley, kekudusan pribadi tidak terpisahkan dengan kekudusan sosial. Wesley merangkum tujuan utama gerakan Metodis demikian: “menyebarkan kekudusan alkitabiah ke seluruh penjuru.” Karena itu pula, salah satu kekhasan gerakan ini adalah penekanannya yang cukup kental dalam menghapus kemiskinan dan ketidakadilan di masyarakat. ohn Wesley mengajarkan sesuatu yang sudah semakin sulit kita temukan sekarang , yaitu semakin besar pendapatan, semakin besar pula pemberian kita. ‘Kita sudah terbiasa dengan pola' semakin besar pendapatan,semakin tinggi taraf hidup, semakin besar pengeluaran. John Wesley berkata,"Bagaimana mungkin saya mengoleksi barang-barang yang mahal yang tidak terlalu penting sementara banyak orang yang membutuhkan roti untuk tetap bertahan hidup ?" teladan John wesley ini, kita  harus bijaksana di dalam menggunakan uang dan berkat yang Tuhan  berikan. Semakin bijak kita menggunakan uang, semakin  besar yang Tuhan percayakan.



DAFTAR PUSTAKA

Rin, Sahabat Gembala, EdisiAgustus/September1991,Tahun XIII. Penerbit : Yayasan Kalam Hidup,Gereja Kemah Injil Indonesia, Bandung 1991

Dr. H. Berkhof dan Dr. I. H. Enklaar. Sejarah Gereja.  Jakarta:  BPK Gunung Mulia. 1991.

Drs. F.D. Wellem, M.Th., Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, BPK Gunung Mulia, Jakarta: 1999

Dr. Th. Van den End. Harta Dalam Bejana. BPK Gunung Mulia, Jakarta: 1997.

Pdt. Dr. Stephen Tong. Reformasi & Teologi Reformed. Jakarta.1997

Suprandono, Yohanes. Diktat “Sejarah Gereja Umum 2. STT Kharisma : Bandung.